HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE CARD SORT DENGAN HASIL BELAJAR
PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS VII
SLTP NEGERI 20 AMBON
Skripsi
OLEH
Hendrison Baulu
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini selalu
dititik beratkan pada usaha peningkatan mutu pendidikan. Hal ini disebabkan
pendidikan merupakan proses yang berperan penting dalam menentukan corak dan
mutu masyarakat di masa depan (Basir, 1988 : 1).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus bekerja
sama atau saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Thopson dan Smith (Ratumanan, 2004 : 130), pembelajaran
kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di
dalam kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang
saling membantu satu sama lainnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan
keterampilan-keterampilan khusus agar bisa bekerja sama dengan baik di alam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketentuan. Slavin, 1995 (Ratumanan, 2004 :
130).
Masalah yang ambil dalam judul ini karena melihat bagaimana proses
pembelajaran yang ada pada SMP Negeri 20 Ambon pada umumnya 90% yaitu guru yang
memulai atau melakukan proses belajar mengajar sampai selesai sehingga siswa
itu acuh untuk melakukan proses pembelajaran. Karena mereka tahu bahwa
pelajaran yang mereka dapat sampai pada pertanyaannya semua guru yang menjawab,
sehingga rasa tanggung jawab atau proses pembelajaran yang dilakukan kelihatan
biasa-biasa saja. Dan kadang tugas yang diberikan guru kepada siswa kadang
tidak dimengerti karena pada proses pembelajaran guru yang memulai sampai akhir
dan kadang diberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasah otaknya sendiri.
Menurut Joyonegoro Soetopo, (2005 : 91) keberhasilan suatu bangsa bukan
ditentukan oleh kekayaan alam yang dipunyainya, melainkan sumber daya manusia
yang dimilikinya. Walau upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
mutu pendidikan yang telah dijalankan. Namun kenyataan yang masih ditemui pada
sekolah-sekolah khususnya Kota Ambon hasil belajar yang dicapai siswa secara
keseluruhannya pada mata pelajaran geografi
masih banyak yang harus diperbaiki sehingga tidak timbul keresahan dari
pada guru.
Hasil belajar yang tidak maksimal disebabkan oleh banyak faktor baik dari
guru, siswa maupun dari sarana dan prasarana yang kurang memadai. Dari pihak
siswa, banyak yang berpendapat bahwa ilmu geografi itu sulit.
Salah satu pengaruhnya terletak pada cara mengajar atau metode yang
digunakan guru dalam penyampaian materi di kelas. Realita yang ditemui dalam
PBM di sekolah-sekolah ternyata guru lebih berperan aktif daripada siswa
sehingga siswa menjadi malas belajar dan tidak tertarik perhatiannya pada
pelajaran. Hal ini disebabkan model-model pembelajaran yang digunakan oleh
guru tidak berpusat pada siswa untuk bagaimana
menunjukkan kemampuannya dalam penguasaan materi yang diberikan guru. Inilah
yang menyebabkan hasil belajar siswa kurang baik. Dalam rangka perbaikan hasil
belajar, maka muncul berbagai model pembelajaran baru yang perlu diterapkan.
Menurut (Soetopo, 2005 : 152) model mengajar sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa. Dengan model mengajar yang tepat yang dilaksanakan
secara benar dapat membantu siswa memahami materi sehingga pembelajaran dapat
tercapai dan hasil belajar yang diperoleh siswa memuaskan.
Pembelajaran sejarah menggunakan
model ini, memberikan penekanan kepada siswa untuk menciptakan situasi dimana
keberhasilan kelompoknya, dan bagaimana motivasi dalam proses pembelajaran agar
mereka dapat saling mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai
materi yang disajikan serta menumbuhkan suatu keadaan bahwa belajar itu penting
bermakna dan menyenangkan.
Berdasarkan definisi baik menurut kamus maupun uraian-uraian para ahli
salah satunya, maka dapat dianalisis bahwa pelajaran sejarah dengan pendekatan card sort merupakan suatu pembelajaran
yang dimana para siswa terlibat aktif dalam proses belajar melalui berbagai
kegiatan sebagaimana yang dilakukan oleh para saintis dipandang sebagai proses
kerjasama yang biasa digunakan untuk mengerjakan fakta informasi berdasarkan
informasi yang diterima langsung dari guru mata pelajaran maupun siswa kelas
VII SMP Negeri 20 Ambon, bahwa model-model pembelajaran yang digunakan yakni
pembelajaran konvensional atau metode
ceramah sehingga menimbulkan minimnya aktivitas siswa dalam pembelajaran. Hal
ini disebabkan pengalaman belajar yang kurang menarik akibat dari penggunaan
metode serta model pembelajaran yang belum tepat dengan materi yang diajarkan.
Oleh karena itu, diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe card sort ini dalam proses pembelajaran
(PBM) sejarah, siswa lebih berperan aktif terutama untuk keberjasama dengan teman-teman dalam memahami
pelajaran yang diberikan.
Bertolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul : “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Card Sort Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas VII SMP Negeri 20 Ambon”.
B.
Permasalahan
Apakah ada hubungan antara
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe card sort bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajar pada siswa
kelas VII SMP Negeri 20 Ambon.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah
untuk mengetahui hubungan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe card sort bagi siswa dalam meningkatkan
hasil belajar pada siswa kelas VII SMP Negeri 20 Ambon.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Sebagai bahan informasi untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan
kualitas serta minat belajar kepada siswa SMP Negeri 20 Ambon.
2.
Motivasi guru agar kreatif dalam mempersiapkan
perangkat-perangkat pembelajaran di kelas yang menyenangkan sehingga kegiatan
belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif dan maksimal.
3.
Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam meningkatkan mutu
pendidikan khususnya dalam menggunakan model pembelajaran.
4.
Bahan informasi kepada peneliti sekaligus sebagai pedoman dan
pengalaman dalam penelitian.
5.
Menjadi bahan bacaan untuk semua mahasiswa program studi
sejarah, agar memahami penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe card sort
E.
Variabel Penelitian
Variabel yang
dilihat dalam penelitian ada 2, yaitu variabel X danY.
1.
Variabel X yakni menerapkan metode pembelajaran kooperatif
tipe card sort dengan indikator :
-
Perumusan masalah dipecahkan siswa
-
Siswa menerima informasi, data fakta yang diperlukan untuk
menjawab permasalahan hipotesis
-
Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi
-
Mengaplikasi kesimpulan atau generalisasi
2.
Variabel Y dengan indikator tes sesudah pembelajaran
diakhiri.
F.
Penjelasan Istilah
Agar tidak
menimbulkan masalah atau salah tafsir dalam mengalami makna judul maka penulis
perlu menjelaskan atau memberi batasan secara operasional tentang masalah yang
berhubungan dengan penulisan ini.
- Hasil Belajar : Hasil akhir atau nilai yang dimiliki
setelah menerima pengalaman belajarnya yaitu kecerdasan, pengetahuan, sikap dan
cita-cita (Sudjana, 1990).
- Kooperatif : Sikap
atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam
struktur kerjasama yang diatur dalam kelompok, dalam pencapaian tujuan bersama
(Sohlatin, 2008:4)
- Card sort : Suatu pembelajaran yang dimana para siswa
terlibat aktif dalam proses belajar melalui berbagai kegiatan (Nurhadi,
2004:63).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi,
belajar merupakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup (Slamato, 2003:2).
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ditekankan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku individu, berkat adanya
interaksi antar individu dengan lingkungannya. (Button dan Uzer Usman, 1995 :
2).
Slamento, (2003 : 13) memberikan 2 definisi tentang belajar yaitu :
1. Belajar : adalah
suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan,
kebiasaan dan tingkah laku.
2. Belajar : adalah
penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari interaksi.
Pengertian belajar yang dikemukakan di atas, yang dilakukan individu
untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman.
S. Tambrani (1989:8),
mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dialami dan dilakukan
oleh setiap manusia.
Konsep para ahli Psikologi
Pendidikan, “daya” juga “Vermogens
Psychology”, manusia mempunyai daya misalnya daya mengenal, daya ingat,
daya berfikir. Dalam hal ini secara global ada 3 teori yakni :
1.
Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Daya.
Teori ini,
jiwa manusia terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya tersebut
dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya
itu dapat digunakan sebagai cara atau bahan. Sebagai contoh untuk melatih daya
ingat dalam belajar misalnya dengan menghafal kata-kata atau angka. Begitu pula
dengan hal-hal yang lain yang penting dalam hal ini bukan penguasaan bahan
materinya melainkan hasil dari pembentukan daya-daya itu.
2.
Teori belajar menurut ilmu jiwa GESTAL.
Teori ini
berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian atau unsur,
sebab keberadaannya. Keseluruhan itu juga lebih dahulu sehingga dalam kegiatan
belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan ini penting dilakukan secara
menyeluruh, tokoh penting yang merumuskan penerapan dari kegiatan pengamatan ke
kegiatan belajar.
3.
Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi.
Menurut Sri
Esti Wuryani Djiwado, (2006 : 59) bahwa Ilmu Jiwa Asosiasi berprinsip bahwa
keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau
unsur-unsur.
B.
Tes Sesudah Pembelajaran
Tes sesudah pembelajaran yang diberikan sebelum pelajaran dimulai, dan
bertujuan untuk mengetahui sampai dimana penguasaan siswa terhadap bahan
pengajaran (pengetahuan dan ketrampilan) yang akan diajarkan. Dalam hal ini
fungsi tes sesudah pembelajaran adalah untuk melihat sampai dimana keefektifan
pengajaran, setelah hasil tes sesudah pembelajaran nantinya dibandingkan dengan
hasil tes sebelum pembelajaran.
Tes dapat disebut valid, jika tes tersebut benar-benar mampu menilai apa
yang harus dinilai. Tes dapat digunakan mencapai sasaran sesuai dengan tujuan
yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan kata lain sebagai alat evaluasi tes sesudah pembelajaran merupakan
alat yang jitu dan cermat karena telah mengalami sehingga akhirnya merupakan
standar. Suatu tes sesudah pembelajaran disebut jika tes tersebut menunjukan
ketelitian dalam pengukuran. Ketelitian ini berlaku untuk setiap orang yang
diukur dengan tes yang sama. Dengan kata lain, keadaan suatu tes sesudah
pembelajaran dapat ditentukan dengan tes yang sama pada kelompok murid yang
sama dalam kondisi yang sama. Jika tes sesudah pembelajaran itu andal, maka
skor hasil tes yang dibuat murid tetap sama (M. Ugalim Purwanto, 1986 : 10).
C.
Tes Sebelum Pembelajaran
Tes sebelum pembelajaran yaitu
tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan pengajaran. Tujuan tes sebelum
pembelajaran ialah untuk mengetahui
sampai dimana pencapaian siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan maupun
ketrampilan) setelah mengalami suatu kegiatan belajar.
Seperti telah dikatakan di atas, jika hasil post tes dibandingkan dengan
hasil pre test maka keduanya berfungsi untuk mengukur sampai sejauh mana
keefektifan pelaksanaan program pengajaran guru atau pengajar dapat mengetahui
apakah kegiatan itu berhasil baik atau tidak, dalam arti apakah semua atau
sebagian besar tujuan instruksional yang telah dirumuskan telah dapat dicapai.
Tes hasil belajar ialah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru
kepada siswa-siswanya dalam jangka waktu tertentu.
Proses penilaian dalam pendidikan terdapat bermacam-macamm alat penilaian
yang dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah
dilakukan terhadap anak didik. Untuk melaksanakan evaluasi hash mengajar
belajar seorang guru atau dosen dapat menggunakan dua macam tes buatan guru
atau dosen sendiri. (M. Ugalim Purwanto, 1986 : 25).
Merencanakan penyusunan tes diperlukan adanya langkah-langkah yang harus
diikuti secara sistimatis sehingga dapat diperoleh tes yang lebih efektif. Para
ahli penyusun tes maupun para pengajar umumnya telah menyepakati langkah-langkah
sebagai berikut :
1.
Menentukan/merumuskan tujuan tes
2.
Mengidentifikasikan hasil-hasil belajar yang akan diukur
dengan tes
3.
Menentukan/menandai hasil-hasil belajar yang spesifiik yang
merupakan tingkah laku yang dapat diamati.
4.
Merinci mata pelajaran/bahan pelajaran yang diukur dengan
tes.
5.
Menyiapkan tabel.
Merumuskan tujuan penyusunan tes dengan baik, seorang guru atau pengajar
memikirkan apa dan lunasi tes yang akan disusunnya sehingga selanjutnya dapat
menentukan bagaimana karakteristik soal-soal yang akan dibuatnya.
D.
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tingkat pengusaan yang dicapai oleh siswa selama
mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan. S. Tambrani (1989:1), menjelaskan hasil belajar adalah suatu proses
tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk pengusaan, penggunaan dan penilaian
terhadap pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat di dalam bidang studi
tertentu atau lebih luas dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang
terorganisir. Dengan demikian hasil belajar ini dapat diketahui adanya
perubahan tingkah laku dalam bentuk nilai atau angka berdasarkan penilaian
guru, melalui evaluasi. Dari pendapat yang diuraikan diatas dapat dikatakan
bahwa tingkat penguasaan dari proses belajar sangat dipengaruhi dengan adanya
hubungan timbal balik dari individu dengan lingkungan disertai dengan bakat,
minat dan kemampuan yang memadai.
Unsur yang ikut menunjang hasil belajar yaitu motivasi untuk belajar dan
penguatan-penguatan secara baik sehingga hasil belajar tersebut bersifat
menetap. Hasil belajar juga merupakan suatu pembawaan untuk melakukan tindakan
dan latihan berpikir kritis sehingga menghasilkan suatu perubahan baik
pengetahuan pemahaman maupun keterampilan yang diperoleh dari pengalaman
belajar.
E.
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Card Sort
Card sord pertama kali dikenal oleh seorang
ahli pendidikan yaitu Melvin Silbeman dan kawan-kawannya dari Universitas MC
Gill University Kanada dan kemudian diadopsi oleh Slavin dan kawan-kawannya
(Nurhadi, 2004 : 63).
Silbeman. M, dalam Nurhadi (2004 : 84), menyatakan bahwa dalam tipe card sort yang terkenal dengan metode
STAD (Student Team Achivement Divisions).
Metode ini sangat besar manfaatnya dalam proses belajar mengajar. Pada umumnya
metode ini digunakan dalam pembelajaran.
Zaini. H (2002 : 155) menegaskan bahwa ada 5 tahapan yang harus ditempuh
dalam melaksanakan cart sort, yaitu :
a.
Perumusan masalah dipecahkan siswa
b.
Menetapkan jawaban sementara/lebih dikenal dengan istilah
hipotesis
c.
Siswa menerima informasi, data fakta yang diperlukan untuk
menjawab permasalahan hipotesis.
d.
Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi
e.
Mengaplikasikan kesimpulan generalisasi yang baru
Menurut Silberman. M dalam Nurhadi (2004 : 15), bahwa kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa yang digunakan oleh para cendekiawan dalam mendekati
beranekaragam permasalahan sesuai dengan tingkat cart sortnya.
Berdasarkan definisi baik menurut kamus maupun uraian-uraian para ahli
diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa pelajaran geografi dengan pendekatan cart sort merupakan suatu proses
pengajaran yang dimana para siswa terlibat aktif dalam proses belajar melalui
berbagai kegiatan sebagaimana yang dilakukan oleh para guru dalam proses
pengembangan belajar dengan pendekatan cart
sort dipandang sebagai proses kerjasama yang biasa digunakan untuk
mengajar.
Jadi ide cart sort adalah
bagaimana memotivasi siswa dalam proses pembelajaran agar mereka dapat saling
mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan,
serta menumbuhkan suatu keadaan bahwa belajar itu penting, bermakna dan
menyenangkan.
Menurut Silberman (1996 : 103) adapun kelebihan dari tipe cart sort ini adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan sikap tenggang rasa
2.
Meningkatkan hidup bergotong royong
3.
Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
4.
Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin dan agama.
5.
Meningkatkan hubungan positif antara siswa dan guru
6.
Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
7.
Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman
belajar.
Disamping tipe cart sort
memiliki banyak siswa dan guru juga memiliki kelemahan-kelemahan, karena sebuah
model pembelajaran tidak selamanya cocok atau sesuai dengan semua situasi,
kondisi waktu dan tempat yang ada.
Silberman (1996 : 10), adapun kelemahan dari tipe card sort ini adalah sebagai berikut :
1.
Card sort tidak dapat diterapkan
apabila jumlah siswa melebihi kapasitas 35 siswa ke atas.
2.
Kurang efektivitasnya model ini apabila siswa kurang
bertanggung jawab dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Zaini. H, (2002 : 155), mengatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran
dalam card short, adalah:
1.
Perumusan masalah dipecahkan siswa
2.
Menetapkan jawaban sementara/lebih dikenal dengan istilah
hipotesis
3.
Siswa menerima informasi, data fakta yang diperlukan untuk
menjawab permasalahan hipotesis.
4.
Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi
5.
Mengaplikasikan kesimpulan generalisasi yang baru.
F.
Krangka Berpikir
X
|
< ---------------------------------------------------Ã
|
Y
|
Terdapat hubungan antara Variabel X dan Y dimana pada saat proses
pembelajaran dimulai model pembelajaran yang dipakai adalah model pembelajaran
kooperatif tipe cord sort, dimana dalam pembelajaran ini siswa diharuskan dapat
memperharikan saat proses belajar mengajar, dimana langkah-langkah pembelajaran
dan Y = hasil pada saat akhir dari proses belajar. Sehingga kita dapat melihat
ada hubungan atau tidak ada hubungan dengan menggunakan model pembelajaran tipe
card sort.
G.
Hipotesis
Bertolak dari konsep/pendapat di atas, dikaitkan dengan masalah yang ada
maka, Hipotesa yang penulis pakai adalah:
Jika Ha : Terdapat Hubungan antara model pembelajaran kooperatif tipe card sort dengan hasil belajar.
Jika Ho: Tidak Terdapat hubungan antara model pembelajaran kooperatif
tipe card sort dengan hasil belajar.
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
A.
Tipe Penelitian
Tipe penelitin yang digunakan dalam penelitian ini bersifat korelasional,
yaitu untuk mengetahui hubungan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe card sort dengan hasil belajar mata pelajaran sejarah kelas VII SMP Negeri
20 Ambon.
B.
Lokasi dan Waktu
Penelitian
- Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SMP
Negeri 20 Ambon (Nania).
- Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari
tanggal 03 Agustus – 03 September 2015.
C.
Populasi dan Sampel
- Populasi
Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 20 Ambon yang berjumlah ........ orang
yang terdiri dari …. kelas.
- Sampel
Sampel dalam penelitian
ini diambil dengan random sampling dengan cara acak. Maka kelas yang terpilih
adalah kelas VII3 dengan jumlah siswa 35 orang.
D.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal-soal uraian objektif
berupa tes awal dan tes akhir dari hasil belajar sejarah untuk mengukur sejauh
mana siswa mengerti materi yang diberikan.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini memperoleh data menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
1.
Tes
Digunakan untuk dapat data
tentang hasil belajar siswa dengan menjawab soal-soal yang telah disiapkan.
2.
Partisipasi
Penulis terlibat langsung
dalam proses pembelajaran sampai pada tahap tes
F.
Teknik analisis Data
Teknik analisa data yang penulis gunakan untuk mengetahui hubungan antara
penggunan model pembelajaran dengan hasil belajar dengan menggunakan korelasi
product moment.
Suharisimi
Arikunto (1986:146)
Dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :
rxy : Besarnya korelasi
variabel x yakni penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe card sort.
Y : Yakni hasil belajar
siswa.
N : Jumlah responden
∑X : Keseluruhan jumlah dari penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe card sort.
∑X2 : Hasil kuadrat dari sebaran variabel x.
∑Y : Keseluruhan jumlah dari variabel hasil belajar
siswa.
∑Y2 : Hasil kuadrat dari sebaran variabel y.
∑XY : Hasil
perkalian dari variabel dalam proses belajar mengajar.
(Sumber : Nana
Sudjana, 1989)
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMP 20 Ambon adalah salah satu sekolah
negeri yang berada di Negeri Nania Kota Ambon dengan luas halaman …. M2
dan luas bangunan … M2. SMP Negeri 20 Ambon dipimpin oleh Kepala
Sekolah dibantu seorang Wakil Kepala Sekolah dan tata usaha.
1. Keadaan Siswa SMP Negeri 20
Ambon
Keadaan siswa SMP Negeri 20 Ambon mengenai lebih
jelas terlihat pada Tabel berikut.
Tabel 1: Keadaan Siswa SMP Negeri 20 Ambon Tahun Ajaran
2015 / 2016
No
|
Kelas
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
%
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
||||
1
2
3
|
VII
VIII
IX
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
Sumber : Dokumentasi SLTP Negeri 20 Ambon, Tahun Ajaran 2015/2016
Tabel 1 di atas, terlihat bahwa jumlah siswa
pada SLTP 20 Ambon untuk tahun ajaran 2015/2016 berjumlah …… siswa yang terdiri
dari siswa laki-laki sebanyak ….. dan siswa perempuan sebanyak …. siswa kelas
VII berjumlah ….. orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak … orang dan siswa
perempuan sebanyak ….. orang dan siswa kelas VIII berjumlah ….. orang yang
terdiri siswa laki-laki sebanyak …. dan siswa perempuan sebanyak … dan kelas IX
berjumlah … orang yang terdiri dari siswa laki-laki sebanyak …. dan siswa
perempuan sebanyak ….. orang.
Kesimpulan dari tabel diatas terlihat bahwa
jumlah perempuan kelas VII lebih besar atau lebih banyak dari laki-laki begitu
juga kelas VIII jumlah perempuan lebih besar dari laki-laki dan kelas IX jumlah
perempuan lebih besar dari laki-laki maka kita ketahui bahwa siswa SMP Negeri 20
Ambon jumlah siswanya perempuan lebih besar dari laki-laki.
2.
Jumlah Guru SMP Negeri 20 Ambon Menurut Tingkat Pendidikan.
Jumlah guru SMP Negeri 20 Ambon dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 2: Tentang
Guru SLTP Negeri 6 Ambon Menurut
Tingkat Pendidikan
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
|
%
|
1
2
3
4
|
S1
D3
D2/D1
Sertifikasi
|
…
orang
…
orang
…
orang
…
orang
|
|
|
JUMLAH
|
….
|
100
|
Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 20 Ambon Tahun Ajaran 2015/2016
Tabel 2 di atas, terlihat bahwa jumlah guru
berdasarkan tingkat pendidikan S1 sebanyak … orang sedangkan jumlah guru berdasarkan
tingkat pendidikan D3 sebanyak … orang dan jumlah guru berdasarkan tingkat
pendidikan D2/D1 sebanyak …. orang.
Kesimpulan dari tabel 2 bahwa tingkat
pendidikan pada guru SMP Negeri 20 Ambon tingkat pendidikan S1 lebih banyak
dari pada D3 dan D2 serta D1. Guru tetap … orang dan guru tidak tetap … orang.
3. Sarana dan Prasarana SMP
Negeri 20 Ambon
Sarana dan prasarana SMP Negeri 20 Ambon
dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 3: Sarana dan Prasarana SMP Negeri 20 Ambon
No
|
Nama
Ruang/Kelas
|
Jumlah
Ruangan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
Kepala Sekolah
Wakil Kepala
Sekolah
Tata Usaha
Guru
Perpustakaan
Kelas
Kesiswaan
Osis
Komputer
Kantin
WC Guru
WC siswa
|
|
|
Jumlah
|
|
Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 20 Ambon Tahun Ajaran 2015/2016
Tabel 3 di atas, terlihat bahwa jumlah ruang
pada SMP Negeri 20 Ambon berjumlah …. ruang semuanya penunjang proses belajar
mengajar.
Kesimpulan dari tabel 3 adalah SMP Negeri 20
Ambon mempunyai saran dan prasarana yang lengkap sehingga dapat memudahkan
siswa dan guru dalam proses belajar mengajar.
B.
Karakteristik Responden
Karakteristik dari pada responden ada
bermacam-macam tetapi yang saya tulis adalah karakteristik menurut kelas dan
jenis kelamin yang tercantum dibawah ini yaitu pada kelas VII3.
Tabel
4: Tentang Responden Menurut Kelas dan Jenis Kelamin
No
|
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
Jumlah
Keseluruhan
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|||
1
|
VII3
|
16
|
19
|
35
|
Sumber : Hasil Penelitian 2010
Data pada Tabel 4 di atas, terlihat
bahwa jumlah kelas VII3 sebanyak 35 siswa yang terdiri dari
laki-laki 16 orang dan perempuan 19 orang.
C.
Analisis Hasil Penelitian
Analisis penelitian menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe (card sort)
untuk mengetahui hasil belajar pada mata pelajaran geografi pada proses belajar
mengajar dan mendeskripsi siswa pada saat ada dalamkelompok dengan melihat
siswa aktif dengan memberikan nilai pada saat berdiskusi dengan nilai yang
diberikan mulai dari 6,7,8, 9.
Tabel
5.: Nilai Siswa Pada Saat Pembelajaran Menggunakan
Card Sort
No
|
Hasil
tes awal sebelum pembelajaran
|
F
|
%
|
1
2
3
4
|
6
7
8
9
|
15
10
10
-
|
44
28
28
-
|
Jumlah
|
35
|
100
|
Sumber : Hasil
Penelitian 2010
Tabel diatas telihat bahwa dari 35
siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 15 orang dan yang mendapat nilai 7
sebanyak 10 dan yang mendapat nilai 8 adalah 10 orang. Hal ini terjadi karena
metode pembelajaran yang guru gunakan kurang menarik siswa untuk berpartisipasi
dalam proses belajar mengajar.
Hasil belajar pada mata pelajaran
geografi kelas VII3 diperoleh dari evaluasi setelah proses pembelajaran
selesai yang diambil dalam satu pokok bahasan dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.: Hasil Belajar Geografi
No
|
Nilai
Hasil Belajar Geografi
|
F
|
%
|
1
2
3
4
|
6
7
8
9
|
8
10
8
9
|
20
20
31
28
|
|
Jumlah
|
35
|
100
|
Sumber : Hasil
Penelitian 2010
Tabel di atas, terlihat bahwa dari 35
siswa yang memperoleh nilai 6 adalah 8 siswa, nilai 7 sebanyak 10 siswa, nilai
8 sebanyak 8 siswa dan nilai 9 sebanyak 9 siswa.
Kesimpulan tabel 6 adalah jumlah siswa
yang mengerti dan aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat menyelesaikan
soal sampai selesai dan mendapat nilai 9 adalah 10 orang dan siswa yang kurang
aktif dalam kelompok yaitu dalam proses pembelajaran ketika menyelesaikan soal
diberi nilai 6 karena tidak tuntas sedangkan siswa yang lainnya diberi nilai 7
dan 8. Mengenai test awal sebelum pembelajaran dimulai dengan hasil belajar
pada mata pelajaran geografi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7: Perhitungan Nilai Siswa Pada Saat
Proses Pembelajaran Dimulai Dengan Menggunakan card sort (X) dan Perhitungan Hasil Belajar Sesudah Pembelajaran
Dimulai Pada Mata Pelajaran Geografi (Y)
No Soal
|
X
|
Y
|
X2
|
Y2
|
XY
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
|
8
6
6
8
6
6
7
6
7
6
7
7
7
7
8
6
6
6
7
8
6
6
8
6
7
8
8
7
7
8
6
6
8
8
6
|
9
7
7
9
8
6
8
6
8
6
8
8
8
8
9
6
6
7
8
9
7
7
9
7
8
9
9
8
8
9
6
6
9
9
7
|
64
36
36
64
36
36
49
36
49
36
49
49
49
49
64
36
36
36
49
64
36
36
64
36
49
64
64
49
49
64
36
36
64
64
36
|
81
49
49
81
64
36
64
36
64
36
64
64
64
64
81
36
36
49
64
81
49
49
81
49
64
81
81
64
64
81
36
36
81
81
49
|
72
42
42
72
48
36
56
36
56
36
56
56
56
56
72
36
36
42
56
72
42
42
72
42
56
72
72
56
56
72
36
36
72
72
42
|
N = 35
|
240
|
262
|
1670
|
2109
|
1874
|
Diketahui :
N = 35
∑X = 240
∑Y = 262
∑X2 = 1670
∑Y2 = 2109
∑XY = 1874
Angka 0,1292 tersebut artinya hasil perkalian pada
angka-angka diatas dari hasil perhitungan koefisien korelasional (r) untuk
hubungan antara model pembelajaran (X) dengan hasil belajar siswa (Y), maka
diperoleh rxy atau r hitung = 0,1292 untuk lebih jelas mengenai
kategori hubungan dapat dilihat pada lampiran 10 atau 11. Dengan demikian maka
untuk mengetahui apakah rxy itu disignifikasikan atau tidak maka
perlu dikonsultasikan pada r tabel pada derajat bebas db = 35 – 2 = 33 artinya
nilai r yang mendekati 35. Pada tabel ini nilai-nilai r db sebesar 33 tidak ada
maka kita menggunakan db yang terdekat yaitu 35 pada taraf signifikan 5% =
0,325 dan pada taraf 1% = 0,418 sehingga 0,1292 > 0,325 < 0,418 untuk
lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 11. sehingga kita tau bahwa tidak ada
hubungan antara model pembelajaran tipe card
sort dengan hasil belajar siswa SLTP Negeri 6 Ambon dimana r hitung atau
hasil lebih kecil dari r tabel 5% dan pada taraf signifikan dan juga sama 1%.
Tidak terdapat hubungan antara model
pembelajaran tipe card sort dengan
hasil belajar geografi hal ini terbukti bahwa r hitung sebesar 0.1292 < r
tabel sebesar 0.325. Dengan demikian Ho ditolak sehingga pada taraf
signifikansi pada 5% dan 1% = 0.418.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
analisa data dan uji hipotesis terhadap hasil belajar pada siswa SLTP Negeri 6
Ambon pada materi keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampak
terhadap kehidupan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe card sort.
1.
Terdapat
peningkatan hasil belajar geografi yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe card sort
dimana siswa terlihat aktif dalam proses belajar mengajar.
2. Tidak terdapat hubungan
antara model pembelajaran tipe card sort
dengan hasil belajar geografi hal ini terbukti bahwa r hitung sebesar 0.1292 <
r tabel sebesar 0.325. Demikian Ho ditolak sehingga pada taraf signifikansi
pada 0.5% dan 1% = 0.418.
3. Model pembelajaran ini paling
efektif dan mengundang keaktifan siswa baik individu maupun kelompok. Hal ini
terbukti dengan adanya rasa tanggung jawab yang tinggi dari masing-masing siswa
terhadap tugas yang diberikan dalam kelompok saat proses belajar mengajar.
B. Saran
Bertolak
dari kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan bahwa para guru khususnya
pada guru mata pelajaran geografi agar lebih untuk sering menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe card sort
dalam proses belajar mengajar karena model ini lebih mengarahkan siswa untuk
memberikan penjelasan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar