Pola Interaksi
Sosial Psk Dengan Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dan
Dampak Yang Ditimbulkannya Di Lokalisasi Klubuk
Di Desa Sukodadi
Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Ahkir Semester pada Mata
kuliah
Masalah-masalah Sosial
Yang Di Bimbing Oleh Dosen: Prof.
Dr. Sarmini, M.Hum
OLEH:
Hendrison Baulu
147885010
PROGRAM STUDI S2
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA
2015
Pola Interaksi
Sosial Psk Dengan Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dan
Dampak Yang Ditimbulkannya Di Lokalisasi Klubuk
Di Desa Sukodadi
Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang
Hendrison Baulu
147885010
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui sejarah
Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang; (2) Menggambarkan pola
interaksi sosial antara PSK dengan warga sekitar lokalisasi Klubuk di Desa
Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang; (3) Mendeskripsikan dampak yang
ditimbulkan dengan keberadaan lokalisasi Klubuk; (4) Mendeskripsikan persepsi
masyarakat terhadap pola interaksi para PSK di lokalisasi Klubuk di Desa
Sukodadi Kecamatan Kabuh, Jombang; (5) Mendeskripsikan prospektif keberadaan
lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data
dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Prosedur analisis data
dengan prosedur reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa: (1) Lokalisasi
Klubuk berdiri mulai tahun 1993. Keberadaan lokalisasi tersebut adalah
pindahnya para pelacur atau pekerja seks komersial dari Lokalisasi Tunggorono
yang telah dibubarkan oleh Pemerintah Kota Jombang ke warung-warung pingir
jalan tepatnya di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Tidak semua
rumah di Lokalisasi Klubuk di jadikan tempat pelacuran. Keamanan Lokalisasi
Klubuk, dijaga oleh 5 hansip dan seluruh warga Klubuk, dan apabila terjadi
tindak kriminalitas yang dilakukan oleh pendatang, pengunjung dari luar
lokalisasi sepenuhnya tanggung jawab dari pihak POLSEK Kabuh; (2) Pola
interaksi yang dilakukan warga sekitar lokalisasi yaitu membaur dengan warga
sekitar lokalisasi dengan cara ikut serta membantu warga sekitar untuk
mengadakan acara hajatan dan juga ikut memebantu warga sekitar yang megalami
kesusahan. Sehingga warga Dusun Klubuk itu menganggap seperti keluarga, tidak
ada yang membandingkan satu sama lain selama itu dalam hal positif; (3) Dampak
yang ditimbulkan dari keberadaan kompleks Lokalisasi Klubuk bagi masyarakat
Desa Sukodadi adalah; adanya efek buruk terhadap kesehatan warga masyarakat
Desa Sukodadi; sedikit banyak meringankan beban perekonomian warga sekitar yang
berprofesi sebagai pedagang maupun yang membuka usaha warung dan toko; adanya keretakan
rumah tangga karena suami tertarik dengan pekerja seks komersial; Dengan
berdirinya mushola yang di bangun dengan uang swadaya masyarakat lokalisasi
sendiri, warga berharap dapat menjalankan kehidupan beragama dengan baik dan
lancar; (4) Persepsi masyarakat terhadap pola interaksi para PSk di Desa
Sukodadi Kabuh Jombang adalah Masyrakat Desa Sukodadi tidak merasa terganggu
dengan kedatangan para PSK karena mereka bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya sehingga keberadaannya diterima baik oleh warga sekitar
lokalisasi. Mengenai masalah pekerjaan sebagi germo dan PSK masyarakat sekitar
lokalisasi tidak mau tau karena menurut masyarakat sekitar masalah pekerjaan
itu adalah urusan masing-masing yang menjalaninya; (5) Prospektif keberadaan
lokalisai Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang adalah warga ingin penduduk
lokalisasi itu menerima tawaran dari Pemerintah Kabupaten Jombang untuk menekan
jumlah Pekerja Seks Komersial dengan memberikan dana sosial untuk alih provesi
yang mana dulunya bekerja sebagai Germo dan PSK agar beralih ke pekerjaan yang
lebih layak di pandang oleh masyarakat (wirausaha, karyawan swasta, peternak,
petani, dll).
Kata Kunci : Pola Interaksi Sosial, Dampak, Lokalisasi Klubuk
Pattern Social
Interaction Psk With Community Around The Localization And Associated Imppacts
In Lokalization Klubuk Village Sukodadi Kabuh Jombang
Hendrison Baulu
147885010
Abstrak
The purpose of this research is:
(1) To know the history of the village Localization Klubuk Sukodadi Kabuh
Jombang; (2) Describe the patterns of social interaction among sex workers with
local people in the village localization Klubuk Sukodadi Kabuh Jombang; (3)
Describe the impact of with existence of localization Klubuk; (4) Describe the
public perception of the interaction patterns of commercial sex workers in the
localization in the Village Sukodadi Klubuk Kabuh Jombang; (5) Describe the a
prospective existence of Klubuk localization in the Village Sukodadi Kabuh
Jombang. This study used a qualitative approach. Data collection techniques
with techniques of observation, interview and documentation. Data analysis
procedures with data reduction procedures, data presentation and conclusions.
Based on the results of data
analysis it is known that: (1) Localization Klubuk standing since in 1993. The
existence of such localization is the displacement of prostitutes or commercial
sex workers from Tunggorono Localization has been disbanded by the City
Government Jombang the stalls to road verges exactly in the Village District Sukodadi
Kabuh Jombang. Not all homes in Localization Klubuk made in place of
prostitution. Localization Klubuk security, guarded by five security guard and
all citizens Klubuk, and in case of acts of criminality committed by entrants,
visitors from outside the localization solely the responsibility of the POLSEC
Kabuh; (2) The pattern of interactions made citizens about the localization
localization mingling with local people to participate by helping local people
to hold a celebration event and also helped local people in distress. Hamlet
Klubuk so it considers like family, no one compares to one another as long as
it in positive terms; (3) The impact of the presence of complex localization
Klubuk for Sukodadi villagers are; existence of bad effect on the health of
village residents Sukodadi; somewhat ease the burden on the economy of the
local people who work as traders or businesses that open stalls and shops; rift
households for the husband interested in sex workers; with the establishment of
the mosque which was built with his own money nongovernmental localization,
residents hope to run the religious life properly and smoothly; (4) Public perception of the interaction
patterns of the prostitutes in the Village Sukodadi Kabuh Village Peoples
Sukodadi Jombang is not disturbed by the arrival of the prostitutes because
they can adapt to their environment so their presence was well received by
local people localization. On the issue of jobs as a pimp and prostitute
surrounding communities localization does not want to know because according to
the people that work around the problem is their own business who live it; (5)
Prospective lokalisai Klubuk presence in the village Sukodadi Kabuh Jombang is
the localization of citizens want the population to accept the offer of the
Government of Jombang to reduce the number of commercial sex workers by giving
social funds for over the profession which used to work as a pimp and
prostitute in order to move on to jobs more feasible in view of the community
(entrepreneurs, private sector employees, ranchers, farmers, etc.).
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Manusia dalam memenuhi segala
kebutuhan hidupnya senantiasa tidak lepas dari benturan-benturan antara nilai,
norma-norma sosial dengan keterbatasan kemampuan dan sumber-sumber kebutuhan
yang diperebutkan. Jika nilai-nilai atau unsur-unsur kebudayaan pada suatu
waktu mengalami perubahan, dimana anggota-anggota masyarakat merasa terganggu
atau tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya melalui kebudayaan, maka timbullah
gejala-gejala sosial yang meresahkan masyarakat yang disebut dengan masalah
sosial.
Fenomena pelacuran merupakan
salah satu bentuk kriminalitas yang sangat sulit untuk ditangani dan jenis kriminalitas
ini banyak didukung oleh faktor ekonomi dalam kehidupan masyarakat, dimana
dalam masyarakat itu sendiri mendapat pemenuhan akan kebutuhan secara
manusiawi. Keinginan yang timbul ini merupakan akibat dari nafsu biologis manusia yang sederhana. Ketika
semua sumber kepuasan dari semua individu tidak mampu memenuhi kebutuhan, maka
jalan keluar pelacuran dapat dipakai sebagai alternatif untuk memenuhinya, dan
perubahan dalam sistem ekonomi tidak akan mampu menghilangkan kedua sisi
kebutuhan tersebut.
Bentuk prostitusi seperti
praktek penjualan jasa seksual atau yang disebut juga PSK selayaknya dianggap sebagai
salah satu penyakit masyarakat yang memiliki sejarah panjang, bahkan dianggap
sebagai salah satu bentuk penyimpangan terhadap norma perkawinan yang suci.
Namun, berkembangnya praktek di sekitar kita tidak dapat dipisahkan dari nilai
budaya masyarakat Indonesia sendiri yang memberikan peluang bagi praktek ini
untuk terus berkembang dari masa ke masa.
Sampai detik ini, prostitusi
belum dapat dihentikan, pemerintah pun seolah-olah melegalkan praktek yang
telah mendarah daging di masyarakat Indonesia ini. Padahal masyarakat sendiri
sudah banyak mengetahui bentuk ancaman yang akan dihadapinya apabila
prostutisnya ini tetap berkembang, seperti ancaman terhadap sex morality,
kehidupan rumah tangga, kesehatan, kesejahteraan kaum wanita, dan bahkan
menjadi problem bagi pemerintah lokal.
Salah satu bentuk penyimpangan
norma (penyakit masyarakat) yang dianggap sebagai masalah sosial adalah
prostitusi, yang mempunyai sejarah yang panjang (sejak adanya kehidupan manusia
telah diatur oleh norma-norma perkawinan) dan tidak ada habis-habisnya yang
terdapat di semua negara di dunia. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup
berinteraksi dengan yang lain dan slalu terkait dengan hubungan sosial yang
kompleks. Pada masyarakat ditemui beragam pola atau bentuk hubungan (relasi)
yang terjalin di antara mereka. Sehubungan dengan manusia sebagai makhluk
sosial dan pelacuran menjadi penyakit masyarakat, maka penulis mencoba melakukan
penelitian tentang hubungan PSK dengan warga sekitar dan dampak sosial yang ada
di Lokalisasi Klubuk yang berada di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh yang terletak
di perbatasan antara Kabupaten Jombang dengan Kabupaten Lamongan.
Berkaitan dengan keberadaan
lokalisasi ini, penulis mencoba melakukan penelitian tentang pola interaksi PSK
dengan masyarakat sekitar dan dampak dari keberadaan lokalisasi tersebut.
Lokalisasi ini berada di perkampungan yang tidak jauh dengan pemukiman warga,
perkampungan itu mirip perkampungan biasa yang memiliki sejumlah kepala
keluarga. Namun setiap rumah di tempat lokalisasi tersebut selalu ditempel
tulisan “Wisma” dengan nama tersendiri. Jenis rumah yang dibangun pun sederhana
dari berlantai ubin sampai rumah berlantai keramik. Di lokalisasi tersebut
terdapat ruang tamu (tempat untuk karaoke dan pesta miras), sejumlah kamar
(tempat untuk melakuakan hubungan seks), dapur dan kamar mandi. Rumah sederhana
tersebut hanya memiliki 4 sampai 6 kamar dengan ongkos parkir yang ringan hanya
Rp. 5 ribu untuk motor dan Rp 10 ribu untuk mobil untuk setiap kali kunjungan.
Tarif ini menjadi Rp 50 ribu sampai Rp. 150 ribu untuk transaksi seks.

B.
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis memiliki rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah sejarah Lokalisasi Klubuk di Desa
Sukodadi Kabuh Jombang?
2.
Bagaimana pola interaksi sosial antara PSK
dengan warga sekitar Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh
Kabupaten Jombang?
3.
Apa saja dampak yang di timbulkan dengan adanya
keberadaan Lokalisasi Klubuk?
4.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pola
interaksi para PSK di Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh,
Jombang?
5.
Bagaimana prospektif keberadaan Lokalisasi
Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pola interaksi sosial PSK
dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya di lokalisasi klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan
Kabuh Kabupaten Jombang.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
a.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan
atau bahan literatur untuk penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan
dengan pola interaksi sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasidan dampak
sosial adanya lokalisasi tersebut.
b.
Sebagai bahasan ilmiah bagi mahasiswa yang ingin
mempelajari lebih khusus tentang pola interaksi sosial PSK dengan warga sekitar
lokalisasida dampak sosial ditimbulkan adanya lokalisasi tersebut.
c.
Hasil penelitian ini, memberikan kontribusi
berupa penambahan pemikiran, wawasan dan informasi yang berharga salah satunya
sebagai wacana dalam kajian ilmu Sosial.
2.
Bagi masyarakat Dusun Klubuk Desa Sukodadi kabuh
Jombang
a.
Informasi yang disampaikan melalui penelitian
ini dapat digunakan sebagai pengetahuan mengenai dampak keberadaan Lokalisasi
terhadap masyarakat, khususnya masyarakat Desa Sukodadi di Kabupaten Jombang.
b.
Penelitian ini dapat digunakan untuk pengetahuan
dan wawasan tentang dampak-dampak yang di timbulkan akibat keberadaan
Lokalisasi terhadap masyarakat sekitar.
c.
Sebagai bahan dokumentasi, inventarisasi
sekaligus sebagai bahan bacaan bagi masyarakat setempat mengenai pola interaksi
sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasi dan dampak keberadaan Lokalisasi
Klubuk.
3.
Bagi Dinas Sosial Kabupaten Jombang
a.
Dapat dijadikan dasar atau acuan oleh Pemerintah
Kabupaten Jombang dalam membuat kebijakan-kebijakan selanjutnya, khususnya yang
berkaitan dengan pendirian atau pengelolaan lokalisasi di Kabupaten Jombang
BAB II KERANGKA DASAR
TEORI
A.
KAJIAN PUSTAKA
1.
Pengertian Persepsi Masyarakat
Menurut Soerjono
Soekanto (1990 : 162) mengatakan bahwa masyarakat adalah warga sebuah desa,
kota, suku atau bangsa yang merupakan anggota suatu kelompok, baik kelompok itu
besar maupun kecil yang hidup bersama dan dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan kehidupan yang utama.
2.
Faktor-faktor
Yang Berperan Dalam Persepsi
Menurut Bimo Walgito (2003 : 70) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang berperan dalam persepsi antara lain :
1. Objek yang di persepsi.
2. Alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan
syaraf.
3. Perhatian
3.
Proses
terjadinya Persepsi
Menurut Walgito (2003 : 71) menyatakan bahwa proses
terjadinya persepsi bila objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat
indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses
kealaman dan proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan
oleh saraf sensotik ke otak. Proses ini di sebut sebagai pusat kesadaran
sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau yang dapat didengar, atau
apa yang diraba. Proses yang terjadi didalam otak atau didalam pusat kesadaran
inilah yang disebut sebagai proses psikologis.
4.
Objek
Persepsi
Menurut Walgito (2003 : 76) bahwa objek yang dapat
dipersepsi sangatlah banyak, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia
dan manusia sendiri pun dapat menjadi objek persepsi, karena sangat banyaknya
objek yang dapat dipersepsi, maka pada umumnya objek persepsi dapat
diklasifikasikan menjadi :
a.
Objek persepsi
yang berwujud manusia (person perception atau social perception)
b.
Objek persepsi
yang berobjekkan manusia (nonsocial perception atau things perception)
5. Prostitusi atau Pelacuran
Prostitusi merupakan kata lain dari pelacuran. Pelacuran
berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang
berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan
pergendakan. Menurut Soerjono Soekanto, pelacuran dapat diartikan sebagai suatu
pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan
perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah. Dari definisi tersebut prostitusi atau
pelacuran merupakan sebuah profesi pekerjaan yang mengkomersilkan hubungan seks
sebagai bentuk pelayanan terhadap pihak lain.
Permasalahan ekonomi merupakan hal yang mendasar dalam
sebuah pelacuran, namun kita harus melihat fenomena ini secara keseluruhan.
Sebab-sebab terjadinya pelacuran haruslah dilihat pada faktor-faktor endogen
dan eksogen. Faktor-faktor endogen yang mempengaruhi munculnya pelacuran atau
prostitusi seperti nafsu seks yang besar, sifat malas, dan keinginan yang besar
untuk hidup mewah, sedangkan faktor eksogen seperti faktor ekonomis, urbanisasi
yang tidak teratur, keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat, dan
seterusnya.
Bisnis prostitusi atau pelacuran dapat dilihat ke dalam
beberapa tipe sesuai dengan kelas pekerja seks yang satu dengan yang lainnya.
Indikator yang membedakan adalah: umur, penampilan busana, fisik, wajah, tinggi
badan, tariff, pelayanan di kamar, kemampuan berkomunikasi, pendidikan, lokasi
“bermain” seks, sarana dan prasarana berkomunikasi. Tipe-tipe bisnis prostitusi
dapat dilihat sebagai berikut:
1. Bisnis prostitusi tipe I
Ciri-ciri
bisnis prostitusi tipe I adalah sebagai berikut:1). Pekerja seks yang melayani para
konsumen kelas menengah ke atas. 2). Menuntut profesionalisme yang tinggi dan didukung dengan
paras yang cantik, tubuh yang terawat, pendidikan minimal SMA, wawasan yang
luas, komunikatif, cerdas “bermain” seks dengan beragam gaya, mampu memuaskan
tamu, dan dilengkapi dengan telepon seluler. 3). Bisnis mereka diatur oleh
seorang yang disebut dengan germo yang juga sekaligus sebagai pemilik pekerja
seks. Tentunya keuntungan yang didapat dibagi sesuai dengan perjanjian yang
dibuat antara germo dengan pekerja seks komersial. 4). Seorang germo juga memenuhi
segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh para pekerja seks. Germo juga yang
bekerja sebagai penghubung antara perempuan pekerja seks komersial dengan para
konsumen. 5). Tempat
pelayanan tipe bisnis prostitusi ini bisanya di hotel berbintang, apartemen,
atau rumah yang sudah menjadi home base mereka.
2. Bisnis Prostitusi Tipe II
Ciri-ciri
bisnis prostitusi tipe II adalah sebagai berikut: 1). Bisnis prostitusi ini di
dijalankan untuk kebutuhan seks golongan kelas menengah ke bawah. 2). Bisnis
ini dijalankan tanpa campur tangan germo sebagai perantara konsumen dengan
pekerja seks komersial. 3). Mereka berdomisili di dekat area protitusi dengan cara kost
atau mengontrak rumah. 4). Handphone atau alat komunikasi lainnya merupakan alat yang dapat
dijadikan sebagai penghubung dengan para konsumen. 5). Mereka sangat selektif dalam
memilih konsumen yang akan menggunakan jasa mereka untuk meminimalisir resiko
karena pekerjaan mereka ini tidak dilindungi germo.
3. Bisnis Prostitusi Tipe III
Ciri-ciri
bisnis prostitusi tipe III adalah sebagai berikut: 1). Prostitusi ini dijalankan di
tempat yang sudah dikhususkan oleh pemerintah atau yang sering disebut sebagai
tempat lokalisasi. 2).
Pekerja seks komersial untuk memilih prostitusi di tempat lokalisasi di dorong
oleh beberapa faktor seperti kejenuhan, kurangnya pengalaman, usia yang sudah
tidak lagi muda, ketatnya persaingan, maupun pertimbangan meminimalisir resiko.
3).
Praktek prostitusi ini dijalankan dengan bantuan germo sebagai pemilik
lokalisasi dan pekerja seks komersial. 4). Germo di tempat lokalisasi ini
menetapkan peraturan kepada pekerja seks sehingga mereka tidak memiliki
kebebasan.
4. Bisnis Prostitusi Tipe IV
Ciri-ciri
bisnis prostitusi tipe IV adalah sebagai berikut: 1) Menempati lokasi yang
tidak legal. 2) Persaingan antar perempuan pekerja seks tidak terlalu ketat. 3)
Bekerja sendiri mencari konsumen. 4)
Menawarkan negosiasi mengenai tarif untuk menemukan kecocokan.
5. Bisnis Prostitusi Tipe V
Ciri-ciri
bisnis prostitusi tipe V adalah sebagai berikut: 1) Lokasi prostitusi berada di
pinggir jalan, sepanjang aliran sungai, kuburan, tepi pantai, maupun tempat
lainnya. 2) Tidak ada germo yang mengatur pekerja seks. 3) Tarif pelayanan
tergantung dari negosiasi dengan konsumen. 4) Umur tidak lagi muda.

Pelacuran
Pelacuran berasal dari kata
lacur yang berarti sial, buruk perilaku, sedangkan artinya perihal menjual diri
sebagai pemuas laki-laki. Pelacur adalah orangnya, misalnya Wanita Tuna Susila
(WTS), Wanita Pramuria, dan Pekerja Seks Komersial (PSK)
Prostitusi Liar
Hasan Shadily (1993 : 57)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan liar adalah bebas dari segala sesuatu
dan tidak terikat. Sedangkan menurut Abdul Syani (1994 : 194) mengatakan bahwa
liar adalah suatu objek yang bebas dan melakukan apa saja yang dikehendakinya
tanpa ada ikatan yang mengikat.
Definisi Konsepsional
Definisi konsepsional atau
kerangka konsepsional merupakan definisi secara kualitatif penggambarannya
secara abstrak dan merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena-fenomena
yang terjadi didalam masyarakat. Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka dalam hal ini penulis
mengambil judul penelitian, yaitu ”Persepsi Masyarakat Terhadap Prostitusi Liar
Di Makam Kembang Kuning Surabaya”. Adapun beberapa defenisi
konsepsional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Persepsi
masyarakat adalah cara pandang, meliputi pandangan, pengetahuan, dan penilaian
atau tanggapan masyarakat mengenai objek-objek yang menjadi fokus pikiran
dengan memperhatikan pengaruh timbal balik seluruh komponen dalam lingkungan
atau kehidupan masyarakat, baik berasal dari pengalaman tentang objek-objek,
peristiwa, dan hubungan-hubungan tertentu dalam permasalahan sosial, yaitu
prostitusi atau pelacuran melalui proses penginderaan terlebih dahulu.
2.
Prostitusi
atau pelacuran adalah salah satu gejala sosial atau penyakit masyarakat yang
ada didalam masyarakat atau fenomena-fenomena sosial yang terjadi didalam
masyarakat, yang mana menjadi masalah sosial. Dan dengan adaya lokasi
prostitusi liar di Pola interaksi sosial PSK dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak
yang ditimbulkannya di lokalisasi
klubuk di Desa Sukodadi tersebut sangat meresahkan dan
mengganggu masyarakat seperti terjadinya perkelahian baik itu antar kampung
maupun antar pengunjung atau tamu yang datang ke lokasi prostitusi di klubuk di Desa Sukodadi
Jombang,
dan masyarakat yang bertempat tinggal di Jalan Bayur tersebut terkena imbas
dari masyarakat luar Bayur dengan adanya lokasi prostitusi di Kota Surabaya.
Jadi definisi konsepsional
berdasarkan teori dan konsep yang telah dikemukakan sebelumnya, maka definisi
konsepsional dari penelitian ini adalah tanggapan-tanggapan atau persepsi
masyarakat dalam menanggapi atau merespon berdirinya lokasi prostitusi liar di Desa Sukodadi Jombang yang berlokasi di Jombang yang
tidak memiliki izin dari Pemerintah Kota Jombang untuk melakukan aktivitas
pelacuran.
2.
Lokalisasi
a.
Definisi
Lokalisasi
Lokalisasi
memliki pengertian yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk
lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai daerah lampu merah, atau petak-petak
daerah tertutup. Lokalisasi pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang
berlampu merah, yang dikelola mucikari atau germo. Ditempat tersebut disediakan
segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian, alat berhias, dan juga
tersedia berbagai macam gadis dengan tipe karakter dan suku bangsa yang berbeda
(Kartono, 2011).
Di
lokalisasi, diterapkan kedisiplinan ketat misalnya tidak boleh mencuri uang
pelanggan, dilarang berebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji
diluar, dilarang memonopoli pelanggan. Wanita-wanita pelacur itu harus membayar
pajak rumah dan pajak obat-obatan, sekaligus uang keamanan agar mereka
terlindung dan terjamin identitasnya.
Menurut Kartono (2011) tentang
tujuan dari loakalisasi adalah sebagai berikut:
a)
Untuk menjauhkan masyarakat umum, terutama
anak-anak puber dan remaja dari pengaruh-pengaruh immoril praktik pelacuran.
b)
Memudahkan pengawasan para wanita tunasusila,
terutama mengenai kesehatan dan keamanannya.
c)
Mencegah pemerasan yang keterlaluan terhadap
para pelacur, yang pada umumnya selalu menjadi pihak yang paling lemah.
d)
Memudahkan bimbingan mental bagi para pelacur,
dalam usaha rehabilitasi dan resosialisasi.
e)
Kadang diberikan pendidikan dan latihan-latihan
kerja, sebagai persiapan untuk kembali ke dalam masyarakat biasa.
f)
Kalau mungkin diusahakan pasangan hidup bagi
para tunasusila yang benar-benar bertanggung jawab.
c.
Persona Pada Pekerja Seks Komersial
Persona
yang berarti cara individu menampakkan diri ke masyarakat yang belum tentu
sesuai dengan individualitas pribadi seorang, dalam hal ini, persona pekerja
seks komersial. Persona memiliki dua sifat, yaitu persona elastik yang berarti
individu dapat secara mudah menggunakan persona atau “topeng” dalam memenuhi
peran sesuai tuntutan masyarakat, yang ditandai dengan penyesuaian diri yang
baik dan persona kaku, dimana individu tidak secara mudah untuk memenuhi peran
sesuai tuntutan masyarakat karena besarnya sisi indiviualitasnya sehingga
terjadi benturan dengan apa yang diinginkan oleh lingkungan, ditandai dengan
kurang dapat menyesuaikan diri. Persona merupakan penghubungan antara aku dan
dunia luar dengan cara memainkan peran sesuai tuntutan peran dimana individu
tersebut berada sebagai upaya untuk menyesuaikan diri agar diterima di
lingkungan dimana ia berada.
Pekerjaan
menjajakan seks secara komersil di tempat-tempat pelacuran atau prostitusi
menuntut pekerja seks komersial harus terlihat sebagai individu yang mampu
melayani para pelanggannya dengan baik dan terpuaskan secara seksual. Dilain
sisi, pekerja seks komersial terdiri dari berbagai macam latar belakang atas
status individunya, ada pekerja seks komersial yang sudah bersuami, sudah
bersuami dan memiliki anak, belum menikah, memiliki kekasih, dan sendiri. Dari
berbagai macam latar belakang status individu tersebut, pekerja seks komersial
dituntut dapat memenuhi tuntutan sosial dengan baik yang merupakan ciri dari
persona yang elastik, pada lingkungan yang berbeda, yaitu lingkungan prostitusi
dan lingkungan lain dimana ia tidak melakukan aktivitas pelacuran.
3.
Dampak Prostitusi
Kehidupan
para pelaku prostitusi sangatlah primitif. Dilihat dari segi sosiologinya,
mereka dipandang rendah oleh masyarakat sekitar, di cemooh, dihina, di usir
dari tempat tinggalnya, dan lain – lain sebagainya. Mereka seakan akan sebagai
makhluk yang tidak bermoral dan meresahkan warga sekitar serta mencemarkan nama
baik daerah tempat berasal mereka.
Dilihat
dari aspek pendidikan, prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi. Dari
aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita.
Dari aspek ekonomi, prostitusi dalam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga
kerja. Dari aspek kesehatan, praktek prostitusi merupakan media yang sangat
efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya.
Dari aspek kamtibmas praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan
criminal. Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan
estetika lingkungan perkotaan.
Semua
perilaku pasti memiliki efek di belakangnya, entah itu efek positif maupun
negatif. Begitupun pelacuran, karena pelacuran merupakan perilaku yang
menyimpang dari norma masyarakat dan agama, maka pelacuran hanya akan
mengakibatkan efek negatif, antara lain:
a.
Menimbulkan dan menyebarkuaskan penyakit kelamin
dan kulit, terutama syphilis dan gonorrhoe [kencing nanah].
b.
Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga.
Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai
kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakkan.
c.
Mendemoralisasikan atau memberikan pengaruh
demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda pada masa puber dan
adolesensi.
d.
Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan
bahan-bahan narkotika.
e.
Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan
agama.
f.
Dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual,
misalnya impotensi, anorgasme, nymfomania, satyriasis, ejakulasi premature
4.
Prostitusi Sebagai Masalah Sosial
Pada
dasarnya semua manusia menginginkan kehidupan yang baik, yaitu terpenuhinya
kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani, maupun kebutuhan
sosial.Manusia berpacu untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya demi
mempertahankan kehidupan diri sendiri, maupun keluarganya.
Berbagai
upaya untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup dikerjakan manusia agar
dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.Kenyataannya, dalam
usaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dihadapi adanya kesulitan-kesulitan,
terutama yang dialami kaum wanita di Indonesia.
Sering
kebutuhan keluarganya menuntut wanita harus bekerja di luar rumah untuk mencari
kegiatan yang dapat menambah penghasilan keluarga tidaklah mudah karena
lapangan kerja yang sangat terbatas di samping tingkat pendidikan yang rendah.
Dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya keterampilan yang mereka
miliki 160 Dampak Keberadaan Prostitusi bagi Masyarakat menyebabkan mereka
mencari jenis pekerjaan yang dengan cepat dapat menghasilkan uang. Akhirnya
banyak wanita yang dengan terpaksa terjun ke dalam bisnis pelacuran.
Menurut
Verkuyt (1984: 133 ), baik dahulu maupun sekarang kita sering berdua haluan, di
mana kita melarang pelacuran tetapi sebaliknya kita terima juga sebagai sesuatu
yang tidak dapat dielakkan. Dengan kata lain mengekang kebutuhan biologis
(libido) seksual dapat mengakibatkan bahaya, bahkan menimbulkan gangguan jiwa
jika tidak diberi jalan keluar dalam promiskuitas/pelacuran (Soekamto 1996:
103).
B.
LANDASAN TEORI
Riki Setiawan, Amir Hasan Ramli dan Intan Rahmawati, (Email : emailrikisetiawan@yahoo.com) Universitas Brawijaya
Malang. Dalam penelitian ini peneliti berjudul: Persona pada pekerja seks komersial
wanita di lokalisasi jarak surabaya. Pekerja seks komersial tidak
hanya memiliki kehidupan di lingkungan pelacuran, tetapi mereka juga memiliki
kehidupan diluar lingkungan pelacuran. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap
persona pada pekerja seks komersial dengan menggunakan pendekatan persona oleh
Carl Gustav Jung.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Penentuan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik snowball
sampling. Subjek terdiri dari empat orang wanita pekerja seks komersial
yang memiliki suami atau kekasih di lokalisasi Jarak Surabaya. Teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara tak terstruktur, observasi
non-partisipan, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
teknik analisa coding oleh Strauss dan Corbin. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan persona pada pekerja seks komersial dapat dilihat 3 hal yaitu
identitas diri termasuk penampilan diri, seksualitas, dan cara interaksi.
Menguak Konsep Diri Perempuan
Pelacur Di Lokasi Pariwisata Baturaden Kabupaten
Banyumas oleh S.
Bekti Istiyanto. Penelitian terfokus pada
terbentuknya konsep diri perempuan pelacur (PSK) di Gang Sadar
Baturaden dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di
Gang Sadar I dan II di lingkungan sekitar Obyek Wisata Baturaden.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif
sehingga data yang diperoleh dari informan dapat mewakili keseluruhan sumber
data. Melihat metode penelitian yang deskriptif kualitatif, maka
teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive
sampling.
Dampak keberadaan prostitusi bagi masyarakat (studi
pada cafe-cafe di daerah panjang kota bandar lampung) Mutia Irna Jayanthi dan Ikram. Menurut Bonger dalam Mudjijono
(2005) prostitusi adalah gejala sosial ketika wanita menyediakan dirinya untuk
perbuatan seksual sebagai mata pencahariannya. Commenge dalam Soedjono (1977)
prostitusi adalah suatu perbuatan di mana seorang wanita memperdagangkan atau
menjual tubuhnya, untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki yang datang membayarnya dan
wanita tersebut tidak ada mata pencaharian nafkah lain dalam hidupnya kecuali
yang diperoleh dengan melakukan hubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang.
Interaksi sosial pekerja seks komersial lokalisasi bandang raya dengan masyarakat kelurahan
mugirejo, kota samarinda oleh Rusdiana. Penelitian ini, menggunakan jenis penelitian yang bersifat
deskriftif kualitatif, yaitu penelitian yang meliputi pengumpulan data yang menggambarkan
tentang keadaan objek penelitian, yakni interaksi sosial pekerja seks komersial
(PSK) lokalisasi Bandang Raya dengan masyarakat Kelurahan
Mugirejo, Kota Samarinda.
Proses dan makna
(perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan
teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta
di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran
umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Adapun yang dimaksudkan dengan penelitian yang menghasilkan data deskriptif
adalah berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000: 3) Menurut
Koentjoroningrat (1986 : 30), bahwa penelitian deskriptif adalah memberikan
gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala
atau kelompok tertentu.
BAB III METODE
PENELITIAN
Penelitian
di Desa Sukodadi selama dua bulan, yaitu pada bulan Pebruari 2013 sampai Maret
2013. Supaya kehadiran peneliti tidak menimbulkan persepsi negatif, maka
peneliti memberitahukan identitas atau status peneliti kepada masyarakat
sekitar Lokalisasi Klubuk serta menjaga kesopanan dan mematuhi semua aturan,
serta menjaga hubungan yang baik kepada semua informan. Hal tersebut
dimaksudkan agar peneliti memperoleh kepercayaan dari informan atau subjek
penelitian sehingga dapat memperoleh data yang diperlukan secara utuh dan
mendalam.
Penelitian
ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dan wawancara mendalam
dengan informan yang sangat memahami permasalahan yang diteliti. Sedangkan tipe
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif (Descriptive Research),
yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu
berdasarkan data yang diperoleh di lapangan secara terperinci sesuai dengan
fokus penelitian yang telah ditetapkan. agar penelitian berjalan dengan lancer.
Peneliti
mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Jombang, lebih tepatnya pada
masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh,
Kabupaten Jombang. Hal ini dikarenakan Lokalisasi Klubuk masih ada dan
berkembang. Sedangkan di tempat lokalisasi lain misalnya di Tunggorono saat ini
sudah tidak beroperasi lagi karena lokasinya terlalu dekat dengan kota.
Prosedur
yang dipakai dalam pengumpulan data, yaitu: (1) wawancara mendalam, (2)
observasi, dan (3) dokumentasi. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak
terstruktur dan bersifat terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara yang
telah di susun. Peneliti menggunakan kunjungan non formal kerumah-rumah Dalam
penelitian ini informan pada awalnya terkesan takut dan merasa curiga namun
setelah mereka mengerti maksud dari wawancara ini akhirnya para informan sangat
terbuka dalam memberikan informasi. Informan yang telah berhasil diwawancarai
antara lain bapak Slamet Mulyono selaku Kepala Desa, bapak Kuspan yaitu
pengelola atau penanggung jawab Lokalisasi Klubuk, bapak Suwono yaitu PNS
(guru), bapak Sukran yaitu Kepala Dusun Klubuk Timur, bapak Poniman yaitu germo
Lokalisasi Klubuk, mbak Ani yaitu PSK yang tidak mau disebutkan nama aslinya,
bapak Sarpani, ibu Rukaya, yaitu warga masyarakat Sukodadi. Sedangkan tema
wawancara yang ditanyakan kepada informan antara lain mengenai sejarah
berdirinya Lokalisasi Klubuk, pola interaksi yang di lakukan PSK kepada warga
sekitar lokalisasi dan apa saja dampak yang ditimbulkan dengan keberadaan
Lokalisasi Klubuk.
Observasi
yang telah dilakukan dalam penelitaian ini antara lain observasi mengenai
tempat Lokalisasi Klubuk yang bertujuan untuk mengetahui tempat keberadaan
lokalisasi aktifitas di area sekitar lokalisasi lokalisasi (interaksi para PSK
dengan warga sekitar lokalisasi). Observasi selanjutnya yaitu kepada salah satu
PSK, yang bertujuan untuk mengetahui pola interaksi yang di lakukan untuk
menjaga kerukunan dengan warga sekitar Lokalisasi Klubuk . Peneliti juga
melakukan observasi terhadap Masyarakat untuk mengetahui dampak sosial yang
terjadi dengan keberadaan lokalisasi tersebut.
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah keberadaan Lokalisasi
Klubuk di desa Sukodadi Kabuh Jombang
Pada tahun 1993, di perbatasan
Kabupaten Jombang dengan Kabupaten Lamongan terdapat warung-warung persinggahan
untuk para pengendara supir truk pengangkut pasir yang singgah untuk makan, dan
bersantai untuk minum kopi, es dan jajanan. Warung- warung tersebut persisnya
terletak di pinggir jalan raya dan tempatnya di pinggir hutan dan agak jauh
dari pemukiman warga, selain menyediakan makana, kopi, es dan jajanan, warung
tersebut juga menjajahkan wanita penghibur yaitu tepatnya di Desa Sukodadi
Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang . Faktor yang menjadikan Desa Sukodadi
sebagai tempat pelacuran itu adalah tempatnya yang di daerah pinggiran kota dan
merupakan jalur alternatif penghubung antar kota. Awalnya di tempat ini
terdapat empat warung saja dan keempat warung itu semua menjual jasa wanita
tuna susila, mereka yang bekerja sebagai psk itu tidak lain adalah orang-orang
yang dulunya berada dilokalisasi Tunggorono yang mana tempatnya sudah ditutup
oleh PEMKOT Jombang karena tempatnya di area perkotan dan mengganggu keberadaan
warga sekitarnya.
Seiring berjalannya waktu di
warung-warung tersebut semakin banyak di datangi oleh para wanita tuna susila
dimana wanita tersebut yang jarang laku di tempat mangkalnya dulu. Dengan
samakin banyaknya wanita tuna susila di warung-warung tersebut maka para
mucikari meminta izin kepada kepala desa untuk mendirikan rumah di Desa
Sukodadi dengan alasan mendirikan rumah untuk tempat tinggal rumah tangga. Desa
Sukodadi awalnya mempunyai 5 dusun yaitu Dusun Kuwacang, Kluwe, Klubuk, Bareng,
dan Setri. Para germo memilih dusun Klubuk sebagai tempat tinggalnya. Tetapi
warga desa Sukodadi menyebut perkampungan para germo itu dengan sebutan Kampung
Baru. Dengan berjalannya waktu pemru. Dengan berjalannya waktu peduduk Dusun
Kampung Baru itu semakin padat penduduknya. Warga dusun tersebut tidak semua
berprofesi sebagai pelacur. Dari 48 KK Dusun Kampung Baru tersebut 10 KK
merupakan warga yang tidak berprofesi sebagai pelacur tetapi dimanfaatkan
sebagai tempat pertokohan dan tempat tinggal pribadi (keluarga).
Jadi disimpulkan bahwa sejarah
Berdirinya lokalisasi Klubuk Lokalisasi sekitar tahun 1993. Awal mula
keberadaan Lokalisasi tersebut adalah pindahnya para pelacur atau pekerja seks
komersial dari Lokalisasi Nguwok di Lamongan dan Lokalisasi Tunggorono ke
warung-warung pingir jalan yang sebelumnya adalah juga tempat pelacuran.
Seiring berjalannya waktu dan banyaknya para pelacur yang berpindah dari
Lokalisasi Tunggorono dan Lokalisasi Nguwok di warung pinggir jalan tersebut,
kemudian mereka berpindah ke Desa Sukodadi. warga masyarakat Dusun Klubuk Desa
Sukodadi tidak semua rumah dijadikan tempat pelacuran dan tidak berprofesi
sebagai pelacur atau PSK. Hal itu dapat dilihat dari jumlah 38 KK rumah yang
dijadikan pelacuran, 10 KK merupakan rumah yang bukan dijadikan pelacuran atau
rumah tangga biasa. Sedangkan jumlah pelacur sebanyak 49 orang dari 112 orang
yang tercatat sebagai warga masyarakat Desa Sukodadi. Untuk jumlah germo
menurut data yang diperoleh sebanyak 5 orang. Keamanan lokalisasi Klubuk,
dijaga oleh 5 hansip dan seluruh warga Klubuk, dan apabila terjadi tindak
kriminalitas yang dilakukan oleh pendatang, pengunjung dari luar lokalisasi
sepenuhnya tanggung jawab dari pihak POLSEK Kabuh. Untuk tata tertib mengenai
jam operasi para PSK mengadakan kesepakatan dengan warga sekitar yaitu mulai
pukuk 11:00 WIB sampai pukul 00:00 WIB.
Pekerja seks
komersial yang bekerja di
lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan
Kabuh Kabupaten Jombang berbeda dengan pekerja seks
yang bermukim di tempat-tempat tertentu seperti lokalisasi. Berkaitan dengan
responden dalam penelitian ini kita dapat mewawancara beberapa wanita yang menunjukkan mereka adalah
perempuan pekerja seks komersial.
Sebagaimana hasil
wawancara dengan PSK
sebagai berikut: Samarkan saja
namanya Yuni pun menuturkan kisahnya.
"Saya
memang alumni pesantren. Keperawanan saya hilang di sini. Saya lari dari rumah
masih perawan. Sekarang saya tak punya siapa-siapa. Kedua orangtua saya sudah tak
mempedulikan saya," jawab Yuni ketika ditanya alasannya terjun ke dunia
prostitusi.
"Itu
kenangan bagi saya. Sekarang saya lebih memikirkan nasib saya. Sejak saya
memutuskan kerja sebagai PSK saya
sudah tak pulang ke rumah," lanjutnya kemudian.
Dia
lalu bercerita bahwa dia mengenyam pendidikan sampai tingkat Madrasah Aliyah di
salah satu pondok pesantren di Kabupaten Lumajang. Menurut Yuni, di wisma
tempatnya bekerja, banyak PSK lain yang merupakan tamatan SMA dan setingkatnya.
"PSK
yang satu wisma dengan saya ada 7 orang. Semuanya lulusan SMA. Bisa kerja di Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang, ada yang karena faktor kebutuhan
ekonomi dan ada yang memang karena hamil di luar nikah," katanya.
Selain
itu, lanjut Yuni, ada PSK yang pertama kali masuk ke wisma di Klubuk merupakan lulusan SMP. Rekannya
itu nekat pergi ke Klubuk
setelah diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri.
Dari
percakapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Yuni bekerja sebagai Pekerja
Seks Komersial disebabkan karena kebutuhan ekomomi yang dialaminya
mupuntemannya kecewa dan putus asah karena di perkosa oleh kakak kandunya.
Sehinga tenam Yuni berasa tidak punya pilihan lain lagi karena kesuciannya
sudah di ambil oleh kakak kandunya sendiri. Tema Yuni pun merasa kesal dan
marah pada keluarganya sehingga Dia pergi dari rumahnya untuk menentukan jalan
hidupnya. Yuni dan temannyapun terjun ke Lokalisasi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan menghilangkan sters yang di alaminya, sehingga lambat laun Yuni
dan temannya merasa bahwa hidupnya sudah hancur. Padahal Yuni merupakan anak
lulusan pasantren dimana ahklak dan moral sudah di bina di pasantren maupun
sudah di didik ajaran agama bahwa membuat hal yang demikian di larang oleh ajaran
agama, tetapi mau dikatakan apa kebutuhan dan kegalauan yang menghantui Yuni
dan temannya sehinnga keputusan yang diambil adalah Pekerja Seks Komersial.
B. Pola interaksi sosial PSK dengan
warga sekitar Lokalisasi Klubuk
Interaksi sosial merupakan suatu
proses yang dapat memberikan pola interaksinya. Pola interkasi sosial merupakan
bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis dan
mempunyai pola tertentu.
Menurut Muhamad (2002: 130)
komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak
menggunakan kata-kata, melaikan menggunakan bahasa isyarat seperti bahasa
tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, exspresi wajah, kedekatan
jarak, sentuhan, dan sebagainya.Komunikasi non verbal terdiri dari:
1.
Ekspresi
wajah, wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi
wajah meruoakan cerminan emosi orang
2.
Kontak
mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan menggunakan kontak
mata untuk berinteraksi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan
menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar
mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain
untuk mengobservasi yang lainnya.
3.
Sentuhan
merupakan bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan
dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang
sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan
melalui sentuhan.
4.
Postur
tubuh dan gaya berjalan, cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak
memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan
emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
5.
Sound
(suara),
rintihan, menarik nafas panjang, dan tangisan juga salah satu ungkapan perasaan
dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan
dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnyasampai desis atau suara dapat
diartikan menjadi pesan yang sangat jelas.
6.
Gerak
isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan. Menggunakan isyarat sebagai
total dari komunikasi seperti mengeuk-ngetukan kaki atau menggerakan tangan
selama berbicara menjukkan seseorang dalam keadaan stres, bingung atau sebagai
upaya untuk menghilangkan stres.
Berdasarkan teori di atas
ditemukan fakta bahwa pola interaksi sosial antara PSK dengan warga sekitar
lokalisasi Klubuk sangat baik. Adanya interaksi sosial yang terjalin diantara
PSK dan warga sekitar Lokalisasi Klubuk berpengaruh pada kehidupan sosial
masyarakatnya, karena setiap hari para PSK dan warga sekitar loklaisasi sering
bertemu sehingga membentuk perilaku sosial diantara para PSK dan warga sekitar
lokalisasi. Seperti yang dikemukakan Soekanto (1986 : 51) bahwa “interaksi
sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia”.
Adanya kontak dan komunikasi
yang terjalin menjadi faktor penting dalam kehidupan sosial para PSK dan warga
sekitar lokalisasi. Kontak sosial yang terjadi diantara para PSK dan warga
sekitar lokalisasi umumnya terjadi secara langsung, dimana para PSK dan warga
lokalisasi bertatap muka dan dialog secara langsung di kawasan Kubuk. Salah
satu faktor agar para PSK diterima dengan biak yaitu dengan cara melihat pola
interaksi para PSK dengan warga sekitar lokalisasi. Pola interaksi yang mereka
lakukan yaitu dengan cara komunikasi verbal. Jenis komunikasi verbal yang
dimaksud yakni komunikasi dengan kata-kata secara langsung. Hal ini dibuktikan
oleh adanya interaksi yang terjadi antara PSK dan warga sekitar lokalisasi
yaitu saling membaur dengan warga sekitar, membaur dalam artian dimana dan
kapanpun jika para PSK bertemu dengan waga sekitar lokalisasi selalu bertegur
sapa. Para PSK dan warga sekitar lokalisasi melakukan kontak sosial dengan
saling bertegur sapa dan saling membaur. Adanya kontak dan komunikasi diantara
para PSK dan warga sekitar lokalisasi menjadi faktor yang menentukan untuk
kelangsungan interaksi sosial yang ada pada pada para PSK dan warga sekitar
lokalisasi yang terjalin secara rutin karena baik kontak dan komunikasi
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini seperti dikemukakan oleh
Soekanto (1986:54-55), bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak dan komunikasi sosial
serta keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan artinya
kontak tanpa komunikasi sosial tidak akan berarti apa-apa dan begitu pula
sebaliknya. Komunikasi dalam interaksi sosial memiliki arti yang sangat penting
karena komunikasi memberikan tafsiran pada prilaku orang lain yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap serta perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang yang menjadi lawan komunikasinya ini disebut dengan
komunikasi non-verbal. Jenis interaksi non verbal adalah komunikasi yang
dilakukan degan tidak menggunakan kata-kata, melaikan menggunakan bahasa
isyarat seperti bahasa tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak
mata, exspresi wajah, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya.
Terlebih dari itu kehidupan
bermasyarakat yang saling gotong-royong dan rasa saling peduli juga tetap
terjalin diantara PSK dan warga klubuk, misalnya keikutsertaan para PSK dalam
kegiatan warga Dusun Klubuk, jika ada warga yang sedang sibuk mengadakan
hajatan tidak menutup kemungkinan para PSK juga ikut membantu dengan senang
hati, dan juga apabila ada warga sekitar yang kesusahan (meninggal dunia) para
PSK itu menghargainya dengan wujud menghentikan runtinitas yang biasa mereka
lakukan seperti karaoke dengan para tamu yang berkunjung ke Lokalisasi Klubuk,
menutup wisma untuk sementara sampai kegiatan warga sekitar lokalisasi selesai. Interaksi sosial memiliki dua
pola yaitu pola interaksi asosiatif dan disosiatif. Kedua pola interaksi sosial
terwujud dalam berbagai aktifitas sosial . untuk pola interaksi asosiatif
terbentuk seperti kerjasama, sedangkan pola interaksi diasosiatif terbentuk
dalam hal persaingan dan pertikaian, namaun dalam hubungan interaksi sosial PSK
dan warga sekitar Lokaliasasi Klubuk pola interaksi disasosiatif tidak terjadi.
Pola interaksi asosiatif disini
terjadi dalam bentuk kerjasama dan akomodasi. Kerja sama dalam bidang ekonomi
yaitu dalam aktifitas jual beli terlihat pada aktifitas sehari-hari para PSK
mendatangi dan saling berinteraksi di warung atau toko milik warga sekitar
lokalisasi. Antara PSK dan pedagang sering melakukan kegiatan jual beli barang dikarenakan para PSK
membutuhkan pemenuhan kebutuhan akan barang yang disediakan oleh warga sekitar
yang berjualan. Kerja sama dalam hal perekonomian sangatlah penting peranannya
dalam meingkatkan kesejahteraan hidup manusia. Setiap orang pasti akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika tidak bekerja sama
dengan orang lain. Misalnya, PSK membutuhkan bahan makanan sehingga harus
berhubungan dengan pedagang tersebut. Begitu juga sebaliknya pedagang tersebut
juga membutuhkan uang dari para PSK itu untuk mengembalikan modal yang
digunakan para pedagang untuk membeli barang dagangannya.
Kerja sama dalam bidang sosial,
kerja sama sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasi berhubungan dengan sikap
tolong menolong dan saling membantu. Pola interaksi asosiai bentuk akomodasi
disini adalah warga pendatang baru yang menghuni Lokalisasi Klubuk itu selalu
membaur dengan warga sekitar lainnya.
Berdasar hasil observasi dalam
proses penelitian terlihat kebanyakan PSK perempuan seperti perempuan umumnya yang
tidak menjadi PSK di luar Gang Sadar Baturaden. Dalam keseharian di waktu pagi hingga
siang hari atau ketika mereka tidak bertugas maka mereka tidak berdandan atau menggunakan make
up yang tebal, memakai baju yang cukup normal atau tidak menantang/membuka aurat secara
berlebihan, mereka hidup santai dalam arti dapat melakukan bercanda/senda gurau, sarapan,
saling berbicara diantara mereka, saling membantu, membeli jajan dari pedagang yang memasuki kawasan
Gang Sadar bahkan membantu menyuapi makan anak dari induk semangnya.
Agak berbeda ketika memasuki
waktu sore hari hingga malam menjelang pagi terlihat mereka berdandan dengan memakai make up dan parfum yang
sengaja ditujukan untuk menarik perhatian
pelanggan. Mereka duduk menunggu pelanggan yang akan melihat atau menggunakan jasa mereka di ruang tamu pada
deretan kursi yang tersedia. Lokalisasi
Klubuk Di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang berlaku aturan bahwa pelanggan dilarang menggunakan
jasa PSK di dalam lokalisasi, akan tetapi harus keluar dari lokalisasi dengan menyewa tempat
penginapan yang berada di sekitar obyek wisata Baturaden atau ke tempat lain yang
disepakati. Karena itu, berdasar keterangan tenaga pengantar peneliti, setiap tamu yang akan
menggunakan jasa PSK di Lokasi Wisata Baturaden akan dikenai kewajiban lapor di depan pintu
masuk penjagaan lokalisasi ketika akan membooking seorang PSK. Alasan utamanya adalah
untuk menjaga keamanan PSK itu sendiri ketika melayani tamu pelanggan dari tindakan-tindakan
yang tidak diinginkan. Dalam
wawancara Kamboja menyebutkan tindakan berdandan sebagai sesuatu yang wajar bahkan harus dilakukan mereka
seperti disampaikan berikut ini:
“Yang kita tawarkan kan diri
kita, lha kalau kita tidak menarik apa ya pelanggan itu mau sama kita. Jadi dandan ya harus
Mas. Jujur aja, kalau kayak sekarang ini (tidak dandan, pen) masak ada yang mau sama
kita?”
Lebih lanjut ketika ditanyakan
apa yang menarik atau dianggap paling menarik dari dirinya, Kamboja menyebutkan:
“Apa ya Mas, Mas lihat sendiri
aja deh…kira-kira apa yang menarik dari saya hehehehe…kalau dari laki-laki,
saya jujur tertarik sama yang berbulu hehehe….apalagi kalau dadanya berbulu, kesannnya
jantan gitu. Tapi kalau dari saya, apa ya?”
Dari penampilan fisik Kamboja
ketika tidak berdandan, nampak seorang Kamboja adalah wanita matang dengan tubuh cukup
besar (agak gemuk; pen), berkulit agak gelap dengan alis mata dan berbibir yang tebal.
Pada saat wawancara, Kamboja adalah seorang wanita yang ramah, supel, terbuka dan murah senyum. Sedikit berbeda dengan Kenanga
yang bertubuh agak kurus, cukup tinggi, berambut sepunggung, dengan suara yang agak pelan terkesan seperti
perempuan yang pemalu. Kenanga ini baru menjadi penghuni lokalisasi Baturaden selama 6 bulan
akan tetapi sudah mendapat perhatian tersendiri di kalangan pelanggan karena frekuensi seringnya
dibooking dalam semalam. Mami

Kandang menyimpulkan faktor
kebaruan di lokalisasi yang menjadikan faktor paling menarik dari Kenanga. Namun Kenanga
dengan percaya diri dan sedikit vulgar menjelaskan bahwa dirinya agak laris dikarenakan:
“Wah saya nggak tahu juga ya
Pak, tetapi yang sering mbooking kalau
dengan saya paling
cuma sebentar sudah keluar…biasanya yang mabok kan suka lama keluarnya, tapi dengan saya paling lama 10 menit
sudah keluar. Jadi mungkin mereka penasaran….(tersenyum).”
Bakung menjelaskan dirinya
sebagai perempuan yang ‘nerimo’ artinya merasa menjadi PSK sebagai bagian dari jalan
hidup yang mesti dilewatinya. Bakung secara fisik dapat digambarkan sekarang ini sebagai
seorang perempuan muda, berbadan agak sintal, berkulit sawo matang, sedikit berjerawat yang
sering tertutup make up atau bedak terutama ketika menjelang sore, tidak terlalu tinggi tapi
juga tidak pendek, berambut hitam pendek. Dalam melakukan pembicaraan terkesan ‘cuek’
dan membutuhkan waktu adaptasi yang cukup lama bagi peneliti sebelum dapat diwawancarai.
Sementara informan Kaktus dapat
digambarkan sebagai perempuan muda yang cantik, berkulit putih, rambut sebahu yang terlihat sedikit cat
rambut berwarna kuning di bagian belakang,
dengan hidung mancung dan berbibir tipis serta beralis tebal. Dengan pembawaan
yang sedikit
tertutup dan suara yang cukup pelan, peneliti sering meminta bantuan tenaga
pengantar untuk menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Aksen sunda masih sering muncul dalam pembicaraan dan
untuk menutupi kekikukkan atau kekhawatirannya, Kaktus ini beberapa kali menyalakan dan
menghisap rokok.
C. Dampak keberadaan lokalisasi
Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang
Dampak sosial yang ditimbulkan
dari keberadaan kompleks lokalisasi Klubuk bagi masyarakat Desa Sukodadi
adalah:
a.
Adanya
efek buruk terhadap kesehatan warga masyarakat Desa Sukodadi yang sering
mengunjungi dan memakai jasa PSK di kompleks Lokalisasi Klubuk yaitu dengan
adanya warga Desa Sukodadi yang mempunyai penyakit kelamin “raja singa” dengan
gejala yaitu timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang disertai
pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa
diobati, Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan
seks. Temuan penelitian tersebut sesuai dengan salah satu dengan pendapat
Kartini Kartono (1981: 212-213) yang menyatakan bahwa ada beberapa akibat yang
ditimbulkan oleh pelacuran atau prostitusi, yaitu antara lain: “menimbulkan dan
menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang banyak terdapat ialah
syphilis, raja singa dan gonorrhoe (kencing nanah)”. Berdasarkan temuan
penelitian dan pendapat dari Kartini Kartono diatas dapat disimpulkan bahwa
keberadaan kompleks lokalisasi Klubuk membawa dampak buruk bagi kesehatan warga
Desa Sukodadi yang mengunjungi dan memakai jasa PSK di komplek Lokalisasi
Klubuk yaitu dengan terkena gejala penyakit raja singa.
b.
Keberadaan
Lokalisasi Klubuk tersebut sedikit banyak meringankan beban perekonomian warga
sekitar yang berprofesi sebagai pedagang yang membuka usaha warung dan toko.
Bahkan ada warga pemilik toko yang dengan hasil membuka toko dapat
menyekolahkan anaknya sampai SMA. Jadi keberadaan Lokalisasi Klubuk tidak hanya
membawa dampak negatif, tetapi juga membawa dampak positif yaitu menambahnya
pendapatan pedagang di sekitar kompleks lokalisasi.
c.
Keberadaaan
kompleks Lokalisasi Klubuk membawa dampak bagi keberlangsungan rumah tangga
beberapa warga yang sering mengunjungi kawasan kompleks lokalisasi tersebut.
Hal ini selaras dengan pernyataan dari Kartini Kartono (1981: 212-213) bahwa
“salah satu akibat dari ditimbulkan oleh pelacuran atau prostitusi adalah
merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur
biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga dapat
menjadi berantakan dan menimbulkan perceraian”. Dengan demikian dampak yang
ditimbulkan dari adanya Lokalisasi Klubuk terhadap kehidupan rumah tangga
adalah adanya keretakan rumah tangga karena suami tertarik dengan pekerja seks
komersial di kompleks lokalisasi Klubuk.

d. Keberadaan musholah di area
Lokalisasi Klubuk ini memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar
lokalisasi. Hal ini dibuktikan dengan dimanfaatkannya mushola tersebut untuk
menanamkan pendidikan keagamaan kepada anak-anak warga sekitar lokalisasi dan
juga dimanfaatkan warga untuk sholat berjamaah. Dengan pendidikan agama secara
tidak langsung juga membentuk moralitas yang baik pada diri anak-anak warga
lokalisasi dan warga sekitar lokalisasi tersebut.
Dari
adanya lokalisasi komplek PSK di sekitar wilayah tempat tinggal
membuat sebagian orang merasa sangat di untungkan namun ada
juga yang tidak menguntungkan. Menurut sebagai
masyarakat dengan adanya komplek PSK akan menguntungkan
bagi masyarakat yang berjualan dan membuka toko ataupun warung
di dalam komplek hal ini dikarenakan para pedagang mampu
melipat gandakan harga dari harga yang biasanya hingga menjadi
tiga kali lipat jika diluar komplek harga barang tersebut sebesar
Rp.2000 maka pedagang yang berjualan di dalam komplek bisa
mematok harga hingga Rp.5000 per barang. Hal ini tentu saja sangat
menguntungkan karena lokalisasi komplek PSK yang berada di km.10
Desa Purwajaya tidak pernah sepi dari pengunjung.
Namun
tidak semua warga yang bertempat tinggal di dalam komplek memiliki
toko ataupun warung banyak di antra mreka yang berkerja di
sebuah perusahaan dan mereka yang berkerja di perusahaan tidak
dapat menikmati ataupun merasakan dampak ekonomi terhadap
mereka dari adanya komplek PSK tersebut. Hal ini menunjukan bahwa dari adanya
lokalisasi komplek PSK dapat menimbulkan dampak dari segi ekonomi namun
tidak semua warga merasakan dampak yang positif yang
berupa pertumbuhan ekonomi yang baik. Ada juga warga yang
marasa diasabiasa saja kehidupan ekonominya dengan adanya komplek PSK.
Berdasarkan
data yang diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa persona pada pekerja
seks komersial wanita dapat dilihat dari tiga hal yaitu identitas diri termasuk
penampilan diri, seksualitas, dan cara interaksi. Subyek 1 memiliki perasaan
nelangsa dan minder saat menjalani aktivitas pelacuran adalah gambaran sisi
individulitasnya yang tidak sepenuhnya menerima dirinya sebagai pekerja seks
komersial tetapi ia mampu melakukan peran dengan baik sebagai seorang pekerja
seks komersial, kehidupan seksualitas tanpa nafsu saat bersama orang lain dan
berbeda saat dengan suaminya, serta penampilan diri yang terkadang cenderung
seronok sebagai seorang pekerja seks komersial tetapi di luar sebagai pekerja
seks komersial, ia cenderung berpenampilan lebih tertutup.

Sedangkan
dalam kehidupan pribadinya, ia berusaha menjadi seseorang yang mampu menjadi
seorang istri yang baik salah satunya memberikan pelayanan seksual dalam
kondisi apapun serta menjadi ibu atau orang tua dengan cara memberi nafkah
walaupun tidak bisa memberikan perhatian secara penuh, merupakan bentuk-bentuk
kontradiksi yang ada pada diri subyek 1 dalam upayanya untuk memenuhi tuntutan
peran yang diminta oleh lingkungan pelacuran dan luar lingkungan pelacuran. Hal
ini membuktikan bahwa persona belum tentu sesuai dengan individualitas
seseorang. Jika dilihat dari peran yang dilakukan oleh subyek 1 sebagai seorang
istri atau orang tua dan pekerja seks komersial, maka subyek 1 merupakan
seseorang yang mampu menggunakan persona secara baik, yang berakibat ia dapat
beradaptasi dengan situasi tertentu dan berperilaku sesuai keadaan tersebut
atau dengan kata lain HR mampu menyesuaikan diri sesuai keadaan dimana ia
berada dimana hal tersebut merupakan bentuk dari persona elastik.
Perasaan
sesal dan lelah subyek 2 saat menjalani kehidupan pelacuran tak ia perdulikan
demi mengejar pundi-pundi materi yang menurutnya gampang didapat ketika berada
di dunia pelacuran sebagai upayanya menyelenggarkan kehidupan sebagai individu.
Ditengah ketidak pastian jaminan dapat menyelenggarakan kehidupan jika keluar
dari dunia pelacuran, ia bersikap professional menjadi seorang pekerja seks
komersial dengan selalu memainkan peran secara maksimal sebagai pekerja seks
komersial yang terlihat dari perilakunya secara verbal dan non-verbal selama
menjalani aktivitas pelacuran, dilain sisi ia juga memiliki kehidupan pribadi
dengan segala peran yang ada di dalamnya.
Dalam
dunia pelacuran, nama samaran seperti ciri pokok yang disematkan pada pekerja
seks komersial. Subyek 2 mengganti nama aslinya dengan nama samaran sejak
pertama menjalani kehidupan pelacuran. Secara fisik, subyek 2 terlihat dapat
menyesuaikan diri dengan baik dari sisi penampilan. Pakaian yang cenderung
seronok, memakai bedak dan gincu yang membuat perbedaan mencolok dengan
penampilannya ketika tidak berperan sebagai pekerja seks komersial secara
konsisten ia lakukan dan kenakan tetapi akan berbanding terbalik saat subyek
tidak melakoni peran sebagai pekerja seks komersial dimana subyek 2 cenderung
memakai pakaian tertutup.
Saat
berhubungan seks dengan tamu, subyek 2 tidak pernah meraskaan kepuasan secara
seksual, berpura-pura merasakan kepuasan secara seksual adalah cara subyek 2
untuk memuaskan ketika berhubungan seksual dengan tamunya dan di luar itu,
subyek dapat benar-benar merasakan kepuasan seksual saat berhubungan seksual
dengan seorang yang dicintainya. Cara interaksi subyek 2 dalam dunia pelacuran
yang menampilkan individu yang aktif secara verbal merayu tamu yang lewat
dengan disertai bahasa tubuh yang cenderung atraktif adalah cara lain untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan pelacuran.
Melihat
dari perilaku subyek 2 saat menjalani aktivitas pelacuran, bahwa subyek 2 mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan pelacuran baik secara fisik dan kognitif.
Terkait dengan pendekatan persona, individu dapat dikatakan menggunakan persona
secara elastik apabila individu tersebut dapat dengan baik menyesuaikan diri dengan dengan memainkan peran yang
diharapkan lingkungan tersebut. Subyek 2 dapat dikatakan menggunakan persona
yang elastik karena dapat memerankan diri sebagai seorang pekerja seks
komersial sesuai apa yang diharapkan di lingkungan pelacuran dan juga dapat
memenuhi tuntutan peran diluar kehidupan pelacuran. Bahwa pakaian seronok,
gincu yang merona, berpura-pura merasakan kepuasan secara seksual, dan sikap
atraktif merayu tamu tidak menggambarkan apa yang ada dalam diri subyek 2
dimana terdapat perasaan sesal dan lelah, hanyalah sebagai upaya untuk dapat
diterima sebagai individu dalam komunitas pelacuran ia melakukan apa yang harus
dilakukan sebagai seorang pekerja seks komersial dan hal-hal tersebut cenderung
tidak dilakukan oleh subyek 2 ketika ia melakoni peran di luar kehidupan
pelacuran.
Perasaan
menyesal yang dirasakan oleh subyek 3 saat menjalani kehidupan pelacuran terkadang
muncul dan menjadikan pertanyaan bagi dirinya sendiri kenapa ia sampai berada
di dunia pelacuran. Dalam kehidupan sosial, tuntutan peran pekerja seks
komersial diantaranya dari sisi identitas diri termasuk harus berpenampilan
menarik saat menjajakan diri, bahasa tubuh yang mencuri perhatian tamu,
memberikan pelayanan seksual dengan baik. Subyek 3 menjalankan tuntutan
perannya sebagai pekerja seks komersial dengan ciri khasnya sendiri.
Terlihat
dari identitas dirinya, seksualitas dalam pelacuran, serta cara interaksinya
yang ia gunakan saat menjalani praktik pelacuran. Subyek 3 tidak memakai nama
samaran karena ia beralasan namanya cukup bagus untuk ia gunakan melakoni peran
sebagai pekerja seks komersial. Subyek 3 cenderung memakai pakaian terbuka (memperlihatkan
lekuk tubuhnya) serta mengenakan bedak dan gincu yang tidak terlalu mencolok
warnanya tetapi dua hal tersebut cukup memberikan perbedaan tampilan dengan
ketika ia tidak menjalani aktivitas pelacuran. Tidak pernah merasakan kepuasan
secara seksual saat berhubungan seks dengan tamu dan berpura-pura merasakan kepuasan secara seksual dengan
tamunya, berbanding terbalik ketika subyek 3 melakukan hubungan seks dengan
orang yang dicintainya, ia dapat merasakan kepuasaan secara seksual dengan
sungguh-sungguh.
Ketakutan
akan status pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial diketahui orang lain
tersebut berdampak pada cara interaksi subyek 3 dalam menjalani aktivitas
pelacuran yang cenderung pasif dalam mencuri perhatian tamu, dibanding dengan
rekan kerja lainnya yang secra verbal lebih aktif memanggil merayu dan
menggunakan bahasa tubuh yang mencuri perhatian setiap tamu yang lewat. Subyek
3 lebih banyak duduk di dalam wisma tempat ia bekerja, tetapi terkadang berada
di depan wisma untuk menjajakan dirinya kepada tamu dengan hanya menggunakan
sorotan mata yang seolah sedang menantikan kedatangan seseorang dan saat ia
melakoni peran sebagai individu di luar dunia pelacuran, subyek 3 jarang
berinteraksi dengan warga disekitarnya dan juga memiliki peran sebagai ibu
dimana ia seringkali mengunjungi anaknya yang ia titipkan ke pengasuh anak saat
ia tidka melakoni aktivitas pelacuran.
Seseorang
dapat dikatakan memiliki persona yang elastik apabila mampu menyesuaikan diri
dengan baik sehingga dapat memenuhi tuntutan sosial lingkungan sekitarnya,
bahwa subyek 3 mampu dengan baik menyesuaikan diri yang berarti subyek 3
memiliki persona yang elastik dimana ia dapat memerankan tuntutan perannya
sebagai pekerja seks komersial terlihat dari perilakunya yang ditandai dengan
intensitas subyek 3 melayani tamu yaitu sebanyak 2 sampai 3 orang semalam, hal
tersebut membuktikan subyek 3 dapat diterima di lingkungan pelacuran. Serta
dalam kehidupan pribadinya, dimana perannya sebagai ibu ia lakukan dengan
berusaha memberikan perhatian pada anaknya denga mengunjungi setiap minggu
kendati pekerjaan sebagai pekerja skes komersial sangat menyita waktunya
menjadi bukti subyek 3 berusaha memenuhi tuntutan perannya sebagai ibu.
Perasaan
nelangsa dari dalam diri subyek 4 diawal ia menekuni dunia pelacuran. Untuk
menyelenggarakan kehidupan bagi dirinya sendiri serta tanggung jawabnya sebagai
ibu yang harus menghidupi anaknya, sehingga ia menerima status perannya sebagai
pekerja seks komersial tanpa memperdulikan penilaian terhadap aktivitas
pelacuran yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Tuntutan peran seorang
pekerja seks komersial yang utama adalah mampu berpenampilan menarik dan
cenderung mencolok, menggunakan bahasa tubuh yang atraktif untuk mencuri
perhatian, memberikan pelayanan seksual yang baik kepada tamu.
Perilaku-perilaku
tersebut dapat terlihat pada diri subyek 4 ketika menjalani akivitas pelacuran.
Sebagai bentuk identitas dirinya, subyek 4 tidak menggunakan nama samaran dalam
melakoni dunia pelacuran kendati orang tua dan anaknya tinggal tidak jauh dari
lokasi pelacuran. Penampilan secara fisik, subyek 4 menggunakan pakaian yang
biasa dan tidak terbuka (memperlihatkan lekuk tubuhnya) mengingat ia menyadari
kelemahan yang ada pada dirinya yaitu bentuk fisiknya yang besar disbanding
dengan rekan kerjanya yang lain. Untuk menutupi hal tersebut, subyek 4 berusaha
tampil semenarik mungkin dengan merias wajahnya dengan bedak dan gincu yang
sangat memberi perbedaan jika dibandingkan sewaktu ia tidak melakoni peran
sebagai pekerja seks komersial.
Usaha
lain yang dilakukankannya untuk menutupi kekurangan tersebut ialah dengan pergi
ke orang pintar dan meminta untuk menjadikannya memiliki daya pikat yang
lebih. Selain itu, cara interaksi yang cenderung aktif dengan memanggil merayu
tamu yang lewat merupakan caranya untuk menutupi kelemahan yaitu dari segi
bentuk fisiknya, sedangkan aktivitas di luar dunia pelacuran, lebih sering ia
habiskan dengan mengasuh anaknya dan jarang berint eraksi dengan wargadi
sekitar tempat tinggalnya. Kehidupan seksualitas subyek 4 dalam dunia pelacuran
dipenuhi dengan kepura-puraan tanpa perasaan dan emosi. Subyek 4 berpura-pura
merasakan kepuasan ketika beradu badan dengan tamunya, hal tersebut ia lakukan
untuk.
D.
Persepsi masyarakat terhadap pola interaksi
para PSK di lokalisasi Klubuk
Prostitusi
merupakan masalah sosial sebab keberadaannya di tengah-tengah masyarakat sering
membuat keresahan dan menggangu ketentraman kehidupan sosial masyarakat. Selain
dituding sebagai penyebab degradasi moral masyarakat, prostitusi juga menjadi
penyebab utama penyebaran penyakit kelamin. Prostitusi tidak bisa dipandang
sebagai masalah moral cultural belaka, sebab bagaimanapun tidak bisa
dilepaskan dari realitas sosial maupun kondisi ekonomi yang
melatarbelakanginya.
Keberadaan
Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang sejak
tahun 1993 sampai sekarang. Persepsi warga mengenai pola interaksi yang
dilakukan para PSK tehadap warga sekitar mendapatkan respon positif karena
kebanyakan masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk merasa tidak terganggu akan
kehadiran para PSK, masyarakat sekitarpun menyadari kalau mereka dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dikarenakan sebagian besar memiliki
latar belakang yang sama. Disamping itu mereka juga sangat mentaati peraturan
yang berlaku di masyarakat sekitar.
Pola
interaksi yang terjadi antara para PSK dan warga sekitar lokalisasi Klubuk
disadari oleh warga sekitar Lokalisasi Klubuk sebagai bentuk interaksi yang
bersifat positif, seperti halnya yang dikemukakan oleh Soekamto (1984: 45),
“Kontak sosial dapat bersifat positif , Kontak sosial yang bersifat positif
mengarah pada suatu kerja sama”. Jika pada kenyatanaya pola interaksi yang
terjalin di antara para PSK dan warga sekitar Lokalisasi Klubuk sangat baik dan
bernilai kerjasama, maka tidak ada alasan bagi warga sekitar Lokalisasi Klubuk
untuk tidak ingin hidup bermasyarakat, berdampingan dengan para PSK.
Bagi
warga sekitar Lokalisasi Klubuk yang terpenting adalah ketentraman dan
kerukunan, selama para PSK tetap menjaga aturan-aturan yang telah disepakati
bersama dan sosialisasi antar warga berjalan dengan baik maka masyarakat
sekitar Lokalisasi Klubuk juga akan bersikap baik tanpa mengusik ketentraman
para PSK. Untuk masalah pekerjaan, warga sekitar Lokalisasi Klubuk tidak
mempermasalahkanya, mereka menganggap semua manusia berhak melakukan usaha
dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Masalah pekerjaan bagi masyarakat
sekitar Lokalisasi Klubuk adalah urusan masing-masing dan tidak ingin ikut
campur untuk masalah pekerjaan para PSK.
Hasil penelitian peneliti yaitu lokalisasi komplek PSK
telah menimbulkan beberapa dampak bagi masyarakat sekitar,
tidak semua dampak yang timbul bersifat positif ada juga yang
bersifat negatif.
Hal ini lah yang memicu reaksi masyarakat
terhadap lokalisasi
komplek PSK. Dengan adanya lokalisasi komplek PSK di sekitar tempat tinggal warga akan menimbulkan pro dan kontra namun
warga yang bertempat tinggal di dalam komplek PSK tidak terlalu
menganggapi hal tersebut. Masarakat pada umumnya hanya memilih
untuk tidak mengambil tindakan apapun apabila mereka tidak
menyukai tempat praktek prostitusi tersebut. Hal ini terbukti dengan
tidak adanya laporan dari masyarakat yang melapor kepada Dinas
Pemerintah Desa perihal ketidaksukaan ataupun ketidaknyamanan yang
mereka rasakan.
Banyak dari ibu-ibu lebih memilih menggunjing ataupun menghina tindakan prostitusi tersebut dengan batasan
pembicaraan yang hanya menjadi konsumsi pribadi dan pembicaraan
bersama teman dan kerabat. Tidak banyak yang mereka lakukan,
hal ini di karenakan masyarakat masyarakat belum merasa
terganggau dan terancam benar akan adanya tempat praktek prostitusi
tersebut. Hasil dari penelitian yang peneliti lakukan adalah
lokalisasi komplek PSK memiliki dampak yang cukup signifikan,
walaupun pemerintah melakukan alternatif dari setiap masalah
namun hal itu tidak akan dapat membasmi dan menghilangkan dampak
yang sudah terjadi di dalam komplek PSK ataupun pada masyarakat
umum. Alternatif yang di jalankan hanya berfungsi sebagai
penghambat dari semua dampak dari adanya komplek PSK. Menekan angka
dari penyebaran, penderita penyakit dan tindak
kriminalitas.
E.
Prospektif kebradaan lokalisasi Klubuk di Desa
Sukodadi Kabbuh Jombang
Pandangan
bahwa prostitusi merupakan perilaku kotor dan tidak bermoral serta salah satu
penyakit sosial adalah fakta yang tidak dapat terbantahkan lagi. Tapi tidak
mungkin pula untuk menghapuskan prostitusi adalah juga fakta tidak
terbantahkan. Karena itu, penanganan prostitusi tidak dapat dilakukan secara
sembarangan dan tidak hanya melihat berdasarkan aspek moral semata. Prostitusi
adalah persoalan yang rumit dan terkait aspek sosial, budaya, ekonomi, politik
serta moral dan agama. Prostitusi merupakan satu sisi perilaku manusia yang
menurut mayoritas warga Dusun Klubuk Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten
Jombang sebagai tindakan amoral. Akan tetapi, kaidah-kaidah moralitas yang
harusnya dijunjung tinggi, bagi sebagian besar orang terutama oleh PSK
perbuatan amoral ini dijadikan salah satu alternatif kehidupan dengan motivasi
yang berbeda-beda, karena faktor ekonomi, sosial dan sebagainya.
Dari hasil wawancara peneliti kepada masyarakan banyak
dari masyarakat yang merasa bahwa dampak sosial yang mereka
rasakan dari adanya lokalisasi komplek PSK tidak terlalu
signifikan, mereka
tidak memikirkan hinaan ataupun pandangan
masyarakat lain dalam memandang mereka yang bertempat
tinggal dalam lingkungan komplek PSK, sejauh ini
mereka juga tidak mendapati adanya seseorang yang secara
langsung menunjukan ketidak sukaannya terhadap komplek PSK ataupun maasyarakat yang tinggal di dalam komplek PSK. Walaupun banyak juga yang ingin menghina ataupun mengkritik namun sebagian masyarakat itu hanya
mengkritik dan menghina dari perkataan yang tidak langsung hannya
dijadikan komsumsi pembicaraan antar teman dan kerabat saja
tidak ada yang menghina secara terang-terangan.
Tindak kriminalitas sering terjadi di dalam komplek
PSK terutama perkelahian antar pengunjung di waktu banyaknya pengunjung. Hal ini disebabkan karena para pengunjung
sedang dalam keadaan mabuk dan dalam pengaruh minuman beralkohol.
Jika perkelahian ini terjadi maka aparat melakukan tindak
peleraian dan bahkan terkatang menempuh jalur hukum. Hal pertama
yang dilakukan adalah satpam melaporkan tindak kriminal yang terjadi
di dalam komplek PSK kepada Polsek Loa Janan atau
Babinkantipnas lalu kelolisian setempat mendatangi tempat kejadian
perkara jika terbukti ada tindak penganiayaan maka polisi mambawa
korban dan tersangka ke Polsek Loa Janan untuk di visum dan
mengintrogasi tersangka, jika terbukti adanya tindak kekerasan dari
hasil visum tersebut maka tersangka di kenakan pasal 351 KUHP yang
berbunyi (1) penganiyayaan di hukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 4.500 (2) jika perbuatan itu menjadikan luka berat, pelaku di
hukum penjara selama-lamanya lima tahun (3) jika perbuatan itu
menjadikan korban
meninggal dunia maka mendapat hukuman
penjara selama-lamanya tujuh tahun (4) penganiyayaan
merusak kesehatan orang lain hukuman di samakan (5)
percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat di hukum, namun tak banyak juga para tersangka dan korban menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargan
sehingga masalah tersebut tidak berlanjut ke jalur hukum.
Harapan
sebagian masyarakat kepada PemKab agar segera menutup lokalisasi kemungkinan
belum bisa terealisasi. Sebab penutupan dalam waktu dekat, belum akan dilakukan
Pemkab, namun usaha untuk mengurangi jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) akan
tetap dilakukan. Agar Lokalisasi Klubuk tidak berkembang, maka salah satu cara
yang dilakukan oleh PemKab adalah dengan menekan jumlah PSK agar tidak
bertambah. Langkah lain yang ditempuh oleh PemKab adalah dengan memberikan
modal usaha bagi PSK dan germo di Lokalisasi Klubuk agar dapat mencari
altrnatif pekerjaan lain. Jika cara ini berhasil, dalam waktu kedepan jumlah
PSK akan semakin menurun dan lokalisasi pasti akan tutup dengan sendirinya.
Namun tanggapan dari sebagian masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari
keberadaan lokalisasi itu merasa dirugikan apabila lokalisasi itu ditutup.
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan mengenai pola interaksi
sosial PSK dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya
di lokalisasi klubuk di desa sukodadi kecamatan kabuh kabupaten jombang dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Lokalisasi Klubuk berdiri sekitar tahun 1993.
Para pelacur atau pekerja seks komersial di lokalisasi tersebut adalah pindahan
dari lokalisasi Nguwok di Lamongan dan lokalisasi Tunggorono. Tidak semua rumah
di Dusun Klubuk di jadikan sebagai tempat pelacuran. Jumlah pelacur sebanyak 49
orang dari 86 orang yang tercatat sebagai warga masyarakat Desa Sukodadi.
Jumlah germo di lokalisasi Klubuk sebanyak 5 orang. Masuk-keluarnya PSK sebagai
pelacur dilokalisasi tersebut sebagian besar PSK mengajak temannya untuk ikut
bekerja sebagai pelacur, dan para mucikari atau germo tidak pernah merekrut
para PSK untuk di jadikan pelacur. Keamanan di lokalisasi Klubuk dilakukan oleh
Hansip yang merupakan warga sekitar kompleks lokalisasi yang berjumlah 5 orang.
Tata tertib mengenai jam operasi, para PSK mengadakan kesepakatan dengan warga
sekitar yaitu mulai pukul 11:00 WIB sampai pukul 00:00 WIB.
2.
Pola interaksi sosial antara PSK dengan warga
sekitar lokalisasi Klubuk sangat baik, keberadaan lokalisasi klubuk berpengaruh
pada prilaku sosial masyarakat lokalisasi dengan warga sekitar lokalisasi
Klubuk. Adanya interaksi sosial yang terjalin diantara PSK dan warga sekitar
lokalisasi Klubuk berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakatnya, karena
setiap hari para PSK dan warga sekitar lokalisasi sering bertemu shingga
membentuk perilaku sosial diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi.
Adanya kontak dan komunikasi yang terjalin menjadi faktor penting dalam
kehidupan sosial para PSK dan warga sekitar lokalisasi. Kontak sosial yang
terjadi diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi umumnya terjadi secara
langsung, dimana para PSK dan warga lokalisasi bertatap muka dan dialog secara
langsung di kawasan Kubuk. Salah satu faktor agar para PSK diterima dengan biak
yaitu dengan cara melihat pola interaksi para PSK dengan warga sekitar
lokalisasi. Aktifitas sehari-hari para PSK mendatangi dan saling berinteraksi
di warung atau toko milik warga sekitar lokalisasi. Antara PSK dan pedagang
sering melakukan kegiatan jual beli barang dikarenakan para PSK membutuhkan
pemenuhan kebutuhan akan barang yang disediakan oleh warga sekitar yang
berjualan.

3.
Dampak sosial keberadaan lokalisasi klubuk bagi
masyarakat Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang adalah: adanya efek
buruk terhadap kesehatan warga masyarakat Desa Sukodadi sering mengunjungi dan
memakai jasa PSK di kompleks lokalisasi Klubuk yaitu dengan adanya warga Desa
sukodadi yang mempunyai penyakit kelamin “raja singa” dengan gejala yaitu
timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang disertai pusing-pusing
dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa diobati, Ada
bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks;
keberadaan lokalisasi Klubuk tersebut sedikit banyak meringankan beban perekonomian
warga sekitar yang berprofesi sebagai pedagang maupun yang membuka usaha warung
dan toko, bahkan ada warga pemilik toko yang dengan hasil membuka toko dapat
menyekolahkan anaknya sampai SMA; keberadaan lokalisasi Klubuk membawa dampak
buruk yaitu perceraian bagi keberlangsungan rumah tangga beberapa warga yang
sering mengunjungi kawasan kompleks lokalisasi tersebut; Keberadaan musholah
yang di bangun dengan uang swadaya masyarakat lokalisasi yang tempatnya di area
lokalisasi Klubuk ini memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar
lokalisasi.
4.
Persepsi masyarakat dengan pola interaksi yang
di lakukan PSk terhadap warga sekitar lokalisasi Kluubuk mendapatkan respon
positif karena kebanyakan masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk merasa tidak terganggu
akan kehadiran para PSK, masyarakat sekitarpun menyadari kalau mereka dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dikarenakan sebagian besar memiliki
latar belakang yang sama. Disamping itu mereka juga sangat mentaati peraturan
yang berlaku di masyarakat sekitar. Bagi warga sekitar lokalisasi Klubuk yang
terpenting adalah ketentraman dan kerukunan, selama para PSK tetap menjaga
aturan-aturan yang telah disepakati bersama dan sosialisasi antar warga
berjalan dengan baik maka masyarakat sekitar lokalisasi Klubuk juga akan
bersikap baik tanpa mengusik ketentraman para PSK. Untuk masalah pekerjaan,
warga sekitar lokalisasi Klubuk tidak mempermasalahkanya, mereka menganggap
semua manusia berhak melakukan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Masalah
pekerjaan bagi masyarakat sekitar lokalisasi Klubuk adalah urusan
masing-masing, warga sekitar lokalisasi Klubuk tidak ingin ikut campur untuk
masalah pekerjaan para PSK.
5.
Harapan sebagian masyarakat kepada PemKab agar
segera menutup lokalisasi kemungkinan belum bisa terealisasi. namun usaha untuk
mengurangi jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) akan tetap dilakukan. Agar
lokalisasi Klubuk tidak berkembang, maka salah satu cara yang dilakukan oleh
Pemkab adalah dengan menekan jumlah PSK agar tidak bertambah. Langkah lain yang
ditempuh oleh Pemkab adalah dengan memberikan modal usaha bagi PSK dan germo di
lokalisasi Klubuk agar dapat mencari altrnatif pekerjaan lain. Jika cara ini
berhasil, dalam waktu lima tahun jumlah PSK akan semakin menurun dan lokalisasi
pasti akan tutup dengan sendirinya. Namun tanggapan dari sebagian masyarakat
yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan lokalisasi itu merasa dirugikan
apabila lokalisasi itu ditutup.
B.
Saran
Dari
hasil penelitian terhadap pola interaksi sosial PSK dengan masyarakat sekitar
lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya di lokalisasi klubuk di desa sukodadi
kecamatan kabuh kabupaten jombang, maka penulis memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1.
Kepada warga lokalisasi Klubuk agar tetap
menjaga kerukunan terhadap warga sekitar lokalisasi untuk menjalin tali
silahturahmi yang lebih baik dan kususnya kepada yang berpropesi sebagai germo
dan PSK agar menerima dana sosial yang diberikan Pemerintah Kabupaten Jombang
untuk alih profesi yang lebih baik. Agar masyarakat sekitar tidak memandang
sebelah mata karena satatus pekerjaan yang dianggap bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.
Warga masyarakat Desa Sukodadi sebaiknya
senantiasa menjaga keharmonisan rumah tangga khususnya sang suami agar tidak
terpengaruh dengan keberadaan lokalisasi.
3.
Pemerintah Kabupaten Jombang sebaiknya lebih
tegas dalam menangani keberadaan lokalisasi Klubuk dan memberikan pembinaan
terhadap para PSK agar memiliki keterampilan lain yang lebih baik.
4.
Warga masyarakat Desa Sukodadi agar lebih
meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Tuhan YME agar tidak terpengaruh
oleh keberadaan lokalisasi Klubuk.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Astry Sandra
Amalia Dampak Lokalisasi Pekerja Seks Komersial
(Psk) Terhadap Masyarakat Sekitar. Kalimantan. Journal Volume I No 3.
Kartinah,
Dwi. 2009. Permasalahan Sosial Di Sekitar Kita. (Online),( http://kupu-
kupu-anime.blogspot.com/) diakses 10 januari 2013..
Kartono,
Kartini. 2003. Patologi Sosial Jilid I. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Koentjoro.
2004. On The Spot: Tutur dari Seorang Pelacur. Yogyakarta: CV Qalams.
Liliweri,
Alo. 1991. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Bandung: PT
CitraAditya Bakti.
Liliweri,
Alo. 2005. Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang.
Moleong,
Lexy.2007.Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Muhammad,
Arni. 2001. Komunikasi Organsasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mariyadi, 2013.
Persepsi Masyarakat Tentang Prostitusi Liar Di Kelurahan Sempaja Utara
Samarinda. Journal Volume II No. 4.
Rusdiana, 2014. Interaksi
Sosial Pekerja Seks Komersial Lokalisasi Bandang Raya Dengan Masyarakat Kelurahan Mugirejo, Kota Samarinda. eJurnal
Ilmu Sosial.
Soekanto,
Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:CV. Rajawali.
Suranto,
2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiyono,
2010. Metode Penelitian
Pendidikan.Bandung:Alfabeta
S. Bekti Istiyanto, 2013. Menguak
Konsep Diri Perempuan Pelacur Di Lokasi Pariwisata Baturaden Kabupaten
Banyumas. eJuenal
Sosial.
Yulita Amaliyasari. Nunik Puspitasari, 2013. Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja Di
Sekitar Lokalisasi Dan Faktor Yang Mempengaruhi Surabaya. Journal
Volume I No 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar