Minggu, 21 Juni 2015

Pola Interaksi Sosial Psk Dengan Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dan Dampak Yang Ditimbulkannya Di Lokalisasi Klubuk Di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jomban

Pola Interaksi Sosial Psk Dengan Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dan
Dampak Yang Ditimbulkannya Di Lokalisasi Klubuk
Di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang



Disusun Untuk Memenuhi Ujian Ahkir Semester pada  Mata kuliah Masalah-masalah Sosial Yang Di Bimbing Oleh Dosen: Prof. Dr. Sarmini, M.Hum




OLEH:
Hendrison Baulu
 147885010





PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2015
Pola Interaksi Sosial Psk Dengan Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dan
Dampak Yang Ditimbulkannya Di Lokalisasi Klubuk
Di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang

Hendrison Baulu
147885010

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui sejarah Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang; (2) Menggambarkan pola interaksi sosial antara PSK dengan warga sekitar lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang; (3) Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dengan keberadaan lokalisasi Klubuk; (4) Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap pola interaksi para PSK di lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh, Jombang; (5) Mendeskripsikan prospektif keberadaan lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Prosedur analisis data dengan prosedur reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa: (1) Lokalisasi Klubuk berdiri mulai tahun 1993. Keberadaan lokalisasi tersebut adalah pindahnya para pelacur atau pekerja seks komersial dari Lokalisasi Tunggorono yang telah dibubarkan oleh Pemerintah Kota Jombang ke warung-warung pingir jalan tepatnya di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang. Tidak semua rumah di Lokalisasi Klubuk di jadikan tempat pelacuran. Keamanan Lokalisasi Klubuk, dijaga oleh 5 hansip dan seluruh warga Klubuk, dan apabila terjadi tindak kriminalitas yang dilakukan oleh pendatang, pengunjung dari luar lokalisasi sepenuhnya tanggung jawab dari pihak POLSEK Kabuh; (2) Pola interaksi yang dilakukan warga sekitar lokalisasi yaitu membaur dengan warga sekitar lokalisasi dengan cara ikut serta membantu warga sekitar untuk mengadakan acara hajatan dan juga ikut memebantu warga sekitar yang megalami kesusahan. Sehingga warga Dusun Klubuk itu menganggap seperti keluarga, tidak ada yang membandingkan satu sama lain selama itu dalam hal positif; (3) Dampak yang ditimbulkan dari keberadaan kompleks Lokalisasi Klubuk bagi masyarakat Desa Sukodadi adalah; adanya efek buruk terhadap kesehatan warga masyarakat Desa Sukodadi; sedikit banyak meringankan beban perekonomian warga sekitar yang berprofesi sebagai pedagang maupun yang membuka usaha warung dan toko; adanya keretakan rumah tangga karena suami tertarik dengan pekerja seks komersial; Dengan berdirinya mushola yang di bangun dengan uang swadaya masyarakat lokalisasi sendiri, warga berharap dapat menjalankan kehidupan beragama dengan baik dan lancar; (4) Persepsi masyarakat terhadap pola interaksi para PSk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang adalah Masyrakat Desa Sukodadi tidak merasa terganggu dengan kedatangan para PSK karena mereka bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga keberadaannya diterima baik oleh warga sekitar lokalisasi. Mengenai masalah pekerjaan sebagi germo dan PSK masyarakat sekitar lokalisasi tidak mau tau karena menurut masyarakat sekitar masalah pekerjaan itu adalah urusan masing-masing yang menjalaninya; (5) Prospektif keberadaan lokalisai Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang adalah warga ingin penduduk lokalisasi itu menerima tawaran dari Pemerintah Kabupaten Jombang untuk menekan jumlah Pekerja Seks Komersial dengan memberikan dana sosial untuk alih provesi yang mana dulunya bekerja sebagai Germo dan PSK agar beralih ke pekerjaan yang lebih layak di pandang oleh masyarakat (wirausaha, karyawan swasta, peternak, petani, dll).

Kata Kunci : Pola Interaksi Sosial, Dampak, Lokalisasi Klubuk

 


 Pattern Social Interaction Psk With Community Around The Localization And Associated Imppacts In Lokalization Klubuk Village Sukodadi Kabuh Jombang
Hendrison Baulu
147885010

Abstrak
The purpose of this research is: (1) To know the history of the village Localization Klubuk Sukodadi Kabuh Jombang; (2) Describe the patterns of social interaction among sex workers with local people in the village localization Klubuk Sukodadi Kabuh Jombang; (3) Describe the impact of with existence of localization Klubuk; (4) Describe the public perception of the interaction patterns of commercial sex workers in the localization in the Village Sukodadi Klubuk Kabuh Jombang; (5) Describe the a prospective existence of Klubuk localization in the Village Sukodadi Kabuh Jombang. This study used a qualitative approach. Data collection techniques with techniques of observation, interview and documentation. Data analysis procedures with data reduction procedures, data presentation and conclusions.
Based on the results of data analysis it is known that: (1) Localization Klubuk standing since in 1993. The existence of such localization is the displacement of prostitutes or commercial sex workers from Tunggorono Localization has been disbanded by the City Government Jombang the stalls to road verges exactly in the Village District Sukodadi Kabuh Jombang. Not all homes in Localization Klubuk made in place of prostitution. Localization Klubuk security, guarded by five security guard and all citizens Klubuk, and in case of acts of criminality committed by entrants, visitors from outside the localization solely the responsibility of the POLSEC Kabuh; (2) The pattern of interactions made citizens about the localization localization mingling with local people to participate by helping local people to hold a celebration event and also helped local people in distress. Hamlet Klubuk so it considers like family, no one compares to one another as long as it in positive terms; (3) The impact of the presence of complex localization Klubuk for Sukodadi villagers are; existence of bad effect on the health of village residents Sukodadi; somewhat ease the burden on the economy of the local people who work as traders or businesses that open stalls and shops; rift households for the husband interested in sex workers; with the establishment of the mosque which was built with his own money nongovernmental localization, residents hope to run the religious life properly and smoothly; (4) Public perception of the interaction patterns of the prostitutes in the Village Sukodadi Kabuh Village Peoples Sukodadi Jombang is not disturbed by the arrival of the prostitutes because they can adapt to their environment so their presence was well received by local people localization. On the issue of jobs as a pimp and prostitute surrounding communities localization does not want to know because according to the people that work around the problem is their own business who live it; (5) Prospective lokalisai Klubuk presence in the village Sukodadi Kabuh Jombang is the localization of citizens want the population to accept the offer of the Government of Jombang to reduce the number of commercial sex workers by giving social funds for over the profession which used to work as a pimp and prostitute in order to move on to jobs more feasible in view of the community (entrepreneurs, private sector employees, ranchers, farmers, etc.).
Keywords: Social Interaction Patterns, Impact, Localization Klubuk


BAB I             PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya senantiasa tidak lepas dari benturan-benturan antara nilai, norma-norma sosial dengan keterbatasan kemampuan dan sumber-sumber kebutuhan yang diperebutkan. Jika nilai-nilai atau unsur-unsur kebudayaan pada suatu waktu mengalami perubahan, dimana anggota-anggota masyarakat merasa terganggu atau tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya melalui kebudayaan, maka timbullah gejala-gejala sosial yang meresahkan masyarakat yang disebut dengan masalah sosial.
Fenomena pelacuran merupakan salah satu bentuk kriminalitas yang sangat sulit untuk ditangani dan jenis kriminalitas ini banyak didukung oleh faktor ekonomi dalam kehidupan masyarakat, dimana dalam masyarakat itu sendiri mendapat pemenuhan akan kebutuhan secara manusiawi. Keinginan yang timbul ini merupakan akibat dari nafsu biologis manusia yang sederhana. Ketika semua sumber kepuasan dari semua individu tidak mampu memenuhi kebutuhan, maka jalan keluar pelacuran dapat dipakai sebagai alternatif untuk memenuhinya, dan perubahan dalam sistem ekonomi tidak akan mampu menghilangkan kedua sisi kebutuhan tersebut.
Bentuk prostitusi seperti praktek penjualan jasa seksual atau yang disebut juga PSK selayaknya dianggap sebagai salah satu penyakit masyarakat yang memiliki sejarah panjang, bahkan dianggap sebagai salah satu bentuk penyimpangan terhadap norma perkawinan yang suci. Namun, berkembangnya praktek di sekitar kita tidak dapat dipisahkan dari nilai budaya masyarakat Indonesia sendiri yang memberikan peluang bagi praktek ini untuk terus berkembang dari masa ke masa.
Sampai detik ini, prostitusi belum dapat dihentikan, pemerintah pun seolah-olah melegalkan praktek yang telah mendarah daging di masyarakat Indonesia ini. Padahal masyarakat sendiri sudah banyak mengetahui bentuk ancaman yang akan dihadapinya apabila prostutisnya ini tetap berkembang, seperti ancaman terhadap sex morality, kehidupan rumah tangga, kesehatan, kesejahteraan kaum wanita, dan bahkan menjadi problem bagi pemerintah lokal.
Salah satu bentuk penyimpangan norma (penyakit masyarakat) yang dianggap sebagai masalah sosial adalah prostitusi, yang mempunyai sejarah yang panjang (sejak adanya kehidupan manusia telah diatur oleh norma-norma perkawinan) dan tidak ada habis-habisnya yang terdapat di semua negara di dunia. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup berinteraksi dengan yang lain dan slalu terkait dengan hubungan sosial yang kompleks. Pada masyarakat ditemui beragam pola atau bentuk hubungan (relasi) yang terjalin di antara mereka. Sehubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial dan pelacuran menjadi penyakit masyarakat, maka penulis mencoba melakukan penelitian tentang hubungan PSK dengan warga sekitar dan dampak sosial yang ada di Lokalisasi Klubuk yang berada di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Jombang dengan Kabupaten Lamongan.
Berkaitan dengan keberadaan lokalisasi ini, penulis mencoba melakukan penelitian tentang pola interaksi PSK dengan masyarakat sekitar dan dampak dari keberadaan lokalisasi tersebut. Lokalisasi ini berada di perkampungan yang tidak jauh dengan pemukiman warga, perkampungan itu mirip perkampungan biasa yang memiliki sejumlah kepala keluarga. Namun setiap rumah di tempat lokalisasi tersebut selalu ditempel tulisan “Wisma” dengan nama tersendiri. Jenis rumah yang dibangun pun sederhana dari berlantai ubin sampai rumah berlantai keramik. Di lokalisasi tersebut terdapat ruang tamu (tempat untuk karaoke dan pesta miras), sejumlah kamar (tempat untuk melakuakan hubungan seks), dapur dan kamar mandi. Rumah sederhana tersebut hanya memiliki 4 sampai 6 kamar dengan ongkos parkir yang ringan hanya Rp. 5 ribu untuk motor dan Rp 10 ribu untuk mobil untuk setiap kali kunjungan. Tarif ini menjadi Rp 50 ribu sampai Rp. 150 ribu untuk transaksi seks.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis memiliki rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Bagaimanakah sejarah Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang?
2.         Bagaimana pola interaksi sosial antara PSK dengan warga sekitar Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang?
3.         Apa saja dampak yang di timbulkan dengan adanya keberadaan Lokalisasi Klubuk?
4.         Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pola interaksi para PSK di Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh, Jombang?
5.         Bagaimana prospektif keberadaan Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang?

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pola interaksi sosial PSK dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya di lokalisasi klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
a.       Penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan atau bahan literatur untuk penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan pola interaksi sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasidan dampak sosial adanya lokalisasi tersebut.
b.      Sebagai bahasan ilmiah bagi mahasiswa yang ingin mempelajari lebih khusus tentang pola interaksi sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasida dampak sosial ditimbulkan adanya lokalisasi tersebut.
c.       Hasil penelitian ini, memberikan kontribusi berupa penambahan pemikiran, wawasan dan informasi yang berharga salah satunya sebagai wacana dalam kajian ilmu Sosial.
2.      Bagi masyarakat Dusun Klubuk Desa Sukodadi kabuh Jombang
a.       Informasi yang disampaikan melalui penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan mengenai dampak keberadaan Lokalisasi terhadap masyarakat, khususnya masyarakat Desa Sukodadi di Kabupaten Jombang.
b.      Penelitian ini dapat digunakan untuk pengetahuan dan wawasan tentang dampak-dampak yang di timbulkan akibat keberadaan Lokalisasi terhadap masyarakat sekitar.
c.       Sebagai bahan dokumentasi, inventarisasi sekaligus sebagai bahan bacaan bagi masyarakat setempat mengenai pola interaksi sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasi dan dampak keberadaan Lokalisasi Klubuk.
3.      Bagi Dinas Sosial Kabupaten Jombang
a.       Dapat dijadikan dasar atau acuan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dalam membuat kebijakan-kebijakan selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan pendirian atau pengelolaan lokalisasi di Kabupaten Jombang

BAB II                        KERANGKA DASAR TEORI

A.    KAJIAN PUSTAKA
1.      Pengertian Persepsi Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 162) mengatakan bahwa masyarakat adalah warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa yang merupakan anggota suatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil yang hidup bersama dan dapat memenuhi kepentingan-kepentingan kehidupan yang utama.
2.      Faktor-faktor Yang Berperan Dalam Persepsi
Menurut Bimo Walgito (2003 : 70) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam persepsi antara lain :
1. Objek yang di persepsi.
2. Alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan syaraf.
3. Perhatian
3.      Proses terjadinya Persepsi
Menurut Walgito (2003 : 71) menyatakan bahwa proses terjadinya persepsi bila objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman dan proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensotik ke otak. Proses ini di sebut sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau yang dapat didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi didalam otak atau didalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis.


4.      Objek Persepsi
Menurut Walgito (2003 : 76) bahwa objek yang dapat dipersepsi sangatlah banyak, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia dan manusia sendiri pun dapat menjadi objek persepsi, karena sangat banyaknya objek yang dapat dipersepsi, maka pada umumnya objek persepsi dapat diklasifikasikan menjadi :
a.       Objek persepsi yang berwujud manusia (person perception atau social perception)
b.      Objek persepsi yang berobjekkan manusia (nonsocial perception atau things perception)
5.      Prostitusi atau Pelacuran
Prostitusi merupakan kata lain dari pelacuran. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Menurut Soerjono Soekanto, pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah. Dari definisi tersebut prostitusi atau pelacuran merupakan sebuah profesi pekerjaan yang mengkomersilkan hubungan seks sebagai bentuk pelayanan terhadap pihak lain.
Permasalahan ekonomi merupakan hal yang mendasar dalam sebuah pelacuran, namun kita harus melihat fenomena ini secara keseluruhan. Sebab-sebab terjadinya pelacuran haruslah dilihat pada faktor-faktor endogen dan eksogen. Faktor-faktor endogen yang mempengaruhi munculnya pelacuran atau prostitusi seperti nafsu seks yang besar, sifat malas, dan keinginan yang besar untuk hidup mewah, sedangkan faktor eksogen seperti faktor ekonomis, urbanisasi yang tidak teratur, keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat, dan seterusnya.
Bisnis prostitusi atau pelacuran dapat dilihat ke dalam beberapa tipe sesuai dengan kelas pekerja seks yang satu dengan yang lainnya. Indikator yang membedakan adalah: umur, penampilan busana, fisik, wajah, tinggi badan, tariff, pelayanan di kamar, kemampuan berkomunikasi, pendidikan, lokasi “bermain” seks, sarana dan prasarana berkomunikasi. Tipe-tipe bisnis prostitusi dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Bisnis prostitusi tipe I
Ciri-ciri bisnis prostitusi tipe I adalah sebagai berikut:1). Pekerja seks yang melayani para konsumen kelas menengah ke atas. 2). Menuntut profesionalisme yang tinggi dan didukung dengan paras yang cantik, tubuh yang terawat, pendidikan minimal SMA, wawasan yang luas, komunikatif, cerdas “bermain” seks dengan beragam gaya, mampu memuaskan tamu, dan dilengkapi dengan telepon seluler. 3). Bisnis mereka diatur oleh seorang yang disebut dengan germo yang juga sekaligus sebagai pemilik pekerja seks. Tentunya keuntungan yang didapat dibagi sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara germo dengan pekerja seks komersial. 4). Seorang germo juga memenuhi segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh para pekerja seks. Germo juga yang bekerja sebagai penghubung antara perempuan pekerja seks komersial dengan para konsumen. 5). Tempat pelayanan tipe bisnis prostitusi ini bisanya di hotel berbintang, apartemen, atau rumah yang sudah menjadi home base mereka.
2.      Bisnis Prostitusi Tipe II
Ciri-ciri bisnis prostitusi tipe II adalah sebagai berikut: 1). Bisnis prostitusi ini di dijalankan untuk kebutuhan seks golongan kelas menengah ke bawah. 2). Bisnis ini dijalankan tanpa campur tangan germo sebagai perantara konsumen dengan pekerja seks komersial. 3). Mereka berdomisili di dekat area protitusi dengan cara kost atau mengontrak rumah. 4). Handphone atau alat komunikasi lainnya merupakan alat yang dapat dijadikan sebagai penghubung dengan para konsumen. 5). Mereka sangat selektif dalam memilih konsumen yang akan menggunakan jasa mereka untuk meminimalisir resiko karena pekerjaan mereka ini tidak dilindungi germo.
3.       Bisnis Prostitusi Tipe III
Ciri-ciri bisnis prostitusi tipe III adalah sebagai berikut: 1). Prostitusi ini dijalankan di tempat yang sudah dikhususkan oleh pemerintah atau yang sering disebut sebagai tempat lokalisasi. 2). Pekerja seks komersial untuk memilih prostitusi di tempat lokalisasi di dorong oleh beberapa faktor seperti kejenuhan, kurangnya pengalaman, usia yang sudah tidak lagi muda, ketatnya persaingan, maupun pertimbangan meminimalisir resiko. 3). Praktek prostitusi ini dijalankan dengan bantuan germo sebagai pemilik lokalisasi dan pekerja seks komersial. 4). Germo di tempat lokalisasi ini menetapkan peraturan kepada pekerja seks sehingga mereka tidak memiliki kebebasan.
4.      Bisnis Prostitusi Tipe IV
Ciri-ciri bisnis prostitusi tipe IV adalah sebagai berikut: 1) Menempati lokasi yang tidak legal. 2) Persaingan antar perempuan pekerja seks tidak terlalu ketat.  3) Bekerja sendiri mencari konsumen.  4) Menawarkan negosiasi mengenai tarif untuk menemukan kecocokan.
5.      Bisnis Prostitusi Tipe V
Ciri-ciri bisnis prostitusi tipe V adalah sebagai berikut: 1) Lokasi prostitusi berada di pinggir jalan, sepanjang aliran sungai, kuburan, tepi pantai, maupun tempat lainnya. 2) Tidak ada germo yang mengatur pekerja seks. 3) Tarif pelayanan tergantung dari negosiasi dengan konsumen. 4) Umur tidak lagi muda.
Pelacuran
Pelacuran berasal dari kata lacur yang berarti sial, buruk perilaku, sedangkan artinya perihal menjual diri sebagai pemuas laki-laki. Pelacur adalah orangnya, misalnya Wanita Tuna Susila (WTS), Wanita Pramuria, dan Pekerja Seks Komersial (PSK)
Prostitusi Liar
Hasan Shadily (1993 : 57) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan liar adalah bebas dari segala sesuatu dan tidak terikat. Sedangkan menurut Abdul Syani (1994 : 194) mengatakan bahwa liar adalah suatu objek yang bebas dan melakukan apa saja yang dikehendakinya tanpa ada ikatan yang mengikat.
Definisi Konsepsional
Definisi konsepsional atau kerangka konsepsional merupakan definisi secara kualitatif penggambarannya secara abstrak dan merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena-fenomena yang terjadi didalam masyarakat. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka dalam hal ini penulis mengambil judul penelitian, yaitu ”Persepsi Masyarakat Terhadap Prostitusi Liar Di Makam Kembang Kuning Surabaya”. Adapun beberapa defenisi konsepsional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Persepsi masyarakat adalah cara pandang, meliputi pandangan, pengetahuan, dan penilaian atau tanggapan masyarakat mengenai objek-objek yang menjadi fokus pikiran dengan memperhatikan pengaruh timbal balik seluruh komponen dalam lingkungan atau kehidupan masyarakat, baik berasal dari pengalaman tentang objek-objek, peristiwa, dan hubungan-hubungan tertentu dalam permasalahan sosial, yaitu prostitusi atau pelacuran melalui proses penginderaan terlebih dahulu.
2.      Prostitusi atau pelacuran adalah salah satu gejala sosial atau penyakit masyarakat yang ada didalam masyarakat atau fenomena-fenomena sosial yang terjadi didalam masyarakat, yang mana menjadi masalah sosial. Dan dengan adaya lokasi prostitusi liar di Pola interaksi sosial PSK dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya di lokalisasi klubuk di Desa Sukodadi tersebut sangat meresahkan dan mengganggu masyarakat seperti terjadinya perkelahian baik itu antar kampung maupun antar pengunjung atau tamu yang datang ke lokasi prostitusi di klubuk di Desa Sukodadi Jombang, dan masyarakat yang bertempat tinggal di Jalan Bayur tersebut terkena imbas dari masyarakat luar Bayur dengan adanya lokasi prostitusi di Kota Surabaya.
Jadi definisi konsepsional berdasarkan teori dan konsep yang telah dikemukakan sebelumnya, maka definisi konsepsional dari penelitian ini adalah tanggapan-tanggapan atau persepsi masyarakat dalam menanggapi atau merespon berdirinya lokasi prostitusi liar di Desa Sukodadi Jombang yang berlokasi di Jombang yang tidak memiliki izin dari Pemerintah Kota Jombang untuk melakukan aktivitas pelacuran.
2.      Lokalisasi
a.      Definisi Lokalisasi
Lokalisasi memliki pengertian yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai daerah lampu merah, atau petak-petak daerah tertutup. Lokalisasi pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang berlampu merah, yang dikelola mucikari atau germo. Ditempat tersebut disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian, alat berhias, dan juga tersedia berbagai macam gadis dengan tipe karakter dan suku bangsa yang berbeda (Kartono, 2011).
Di lokalisasi, diterapkan kedisiplinan ketat misalnya tidak boleh mencuri uang pelanggan, dilarang berebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji diluar, dilarang memonopoli pelanggan. Wanita-wanita pelacur itu harus membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan, sekaligus uang keamanan agar mereka terlindung dan terjamin identitasnya.
b.      Tujuan Lokalisasi
Menurut Kartono (2011) tentang tujuan dari loakalisasi adalah sebagai berikut:
a)      Untuk menjauhkan masyarakat umum, terutama anak-anak puber dan remaja dari pengaruh-pengaruh immoril praktik pelacuran.
b)      Memudahkan pengawasan para wanita tunasusila, terutama mengenai kesehatan dan keamanannya.
c)      Mencegah pemerasan yang keterlaluan terhadap para pelacur, yang pada umumnya selalu menjadi pihak yang paling lemah.
d)     Memudahkan bimbingan mental bagi para pelacur, dalam usaha rehabilitasi dan resosialisasi.
e)      Kadang diberikan pendidikan dan latihan-latihan kerja, sebagai persiapan untuk kembali ke dalam masyarakat biasa.
f)       Kalau mungkin diusahakan pasangan hidup bagi para tunasusila yang benar-benar bertanggung jawab.
 
c.        Persona Pada Pekerja Seks Komersial
Persona yang berarti cara individu menampakkan diri ke masyarakat yang belum tentu sesuai dengan individualitas pribadi seorang, dalam hal ini, persona pekerja seks komersial. Persona memiliki dua sifat, yaitu persona elastik yang berarti individu dapat secara mudah menggunakan persona atau “topeng” dalam memenuhi peran sesuai tuntutan masyarakat, yang ditandai dengan penyesuaian diri yang baik dan persona kaku, dimana individu tidak secara mudah untuk memenuhi peran sesuai tuntutan masyarakat karena besarnya sisi indiviualitasnya sehingga terjadi benturan dengan apa yang diinginkan oleh lingkungan, ditandai dengan kurang dapat menyesuaikan diri. Persona merupakan penghubungan antara aku dan dunia luar dengan cara memainkan peran sesuai tuntutan peran dimana individu tersebut berada sebagai upaya untuk menyesuaikan diri agar diterima di lingkungan dimana ia berada.
Pekerjaan menjajakan seks secara komersil di tempat-tempat pelacuran atau prostitusi menuntut pekerja seks komersial harus terlihat sebagai individu yang mampu melayani para pelanggannya dengan baik dan terpuaskan secara seksual. Dilain sisi, pekerja seks komersial terdiri dari berbagai macam latar belakang atas status individunya, ada pekerja seks komersial yang sudah bersuami, sudah bersuami dan memiliki anak, belum menikah, memiliki kekasih, dan sendiri. Dari berbagai macam latar belakang status individu tersebut, pekerja seks komersial dituntut dapat memenuhi tuntutan sosial dengan baik yang merupakan ciri dari persona yang elastik, pada lingkungan yang berbeda, yaitu lingkungan prostitusi dan lingkungan lain dimana ia tidak melakukan aktivitas pelacuran.
3.      Dampak Prostitusi
Kehidupan para pelaku prostitusi sangatlah primitif. Dilihat dari segi sosiologinya, mereka dipandang rendah oleh masyarakat sekitar, di cemooh, dihina, di usir dari tempat tinggalnya, dan lain – lain sebagainya. Mereka seakan akan sebagai makhluk yang tidak bermoral dan meresahkan warga sekitar serta mencemarkan nama baik daerah tempat berasal mereka.
Dilihat dari aspek pendidikan, prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi. Dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita. Dari aspek ekonomi, prostitusi dalam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja. Dari aspek kesehatan, praktek prostitusi merupakan media yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya. Dari aspek kamtibmas praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan criminal. Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika lingkungan perkotaan.
Semua perilaku pasti memiliki efek di belakangnya, entah itu efek positif maupun negatif. Begitupun pelacuran, karena pelacuran merupakan perilaku yang menyimpang dari norma masyarakat dan agama, maka pelacuran hanya akan mengakibatkan efek negatif, antara lain:
a.       Menimbulkan dan menyebarkuaskan penyakit kelamin dan kulit, terutama syphilis dan gonorrhoe [kencing nanah].
b.      Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakkan.
c.       Mendemoralisasikan atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda pada masa puber dan adolesensi.
d.      Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika.
e.       Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan agama.
f.       Dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi, anorgasme, nymfomania, satyriasis, ejakulasi premature
4.      Prostitusi Sebagai Masalah Sosial
Pada dasarnya semua manusia menginginkan kehidupan yang baik, yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani, maupun kebutuhan sosial.Manusia berpacu untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya demi mempertahankan kehidupan diri sendiri, maupun keluarganya.
Berbagai upaya untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup dikerjakan manusia agar dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.Kenyataannya, dalam usaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dihadapi adanya kesulitan-kesulitan, terutama yang dialami kaum wanita di Indonesia.
Sering kebutuhan keluarganya menuntut wanita harus bekerja di luar rumah untuk mencari kegiatan yang dapat menambah penghasilan keluarga tidaklah mudah karena lapangan kerja yang sangat terbatas di samping tingkat pendidikan yang rendah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya keterampilan yang mereka miliki 160 Dampak Keberadaan Prostitusi bagi Masyarakat menyebabkan mereka mencari jenis pekerjaan yang dengan cepat dapat menghasilkan uang. Akhirnya banyak wanita yang dengan terpaksa terjun ke dalam bisnis pelacuran.
Menurut Verkuyt (1984: 133 ), baik dahulu maupun sekarang kita sering berdua haluan, di mana kita melarang pelacuran tetapi sebaliknya kita terima juga sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dengan kata lain mengekang kebutuhan biologis (libido) seksual dapat mengakibatkan bahaya, bahkan menimbulkan gangguan jiwa jika tidak diberi jalan keluar dalam promiskuitas/pelacuran (Soekamto 1996: 103).

B.     LANDASAN TEORI
Riki Setiawan, Amir Hasan Ramli dan Intan Rahmawati, (Email : emailrikisetiawan@yahoo.com) Universitas Brawijaya Malang. Dalam penelitian ini peneliti berjudul: Persona pada pekerja seks komersial wanita di lokalisasi jarak surabaya. Pekerja seks komersial tidak hanya memiliki kehidupan di lingkungan pelacuran, tetapi mereka juga memiliki kehidupan diluar lingkungan pelacuran. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap persona pada pekerja seks komersial dengan menggunakan pendekatan persona oleh Carl Gustav Jung.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penentuan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling. Subjek terdiri dari empat orang wanita pekerja seks komersial yang memiliki suami atau kekasih di lokalisasi Jarak Surabaya. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara tak terstruktur, observasi non-partisipan, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisa coding oleh Strauss dan Corbin. Hasil dari penelitian ini menunjukkan persona pada pekerja seks komersial dapat dilihat 3 hal yaitu identitas diri termasuk penampilan diri, seksualitas, dan cara interaksi.
Menguak Konsep Diri Perempuan Pelacur Di Lokasi Pariwisata Baturaden Kabupaten Banyumas oleh S. Bekti Istiyanto. Penelitian terfokus pada terbentuknya konsep diri perempuan pelacur (PSK) di Gang Sadar Baturaden dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di Gang Sadar I dan II di lingkungan sekitar Obyek Wisata Baturaden. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif sehingga data yang diperoleh dari informan dapat mewakili keseluruhan sumber data. Melihat metode penelitian yang deskriptif kualitatif, maka teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling.
Dampak keberadaan prostitusi bagi masyarakat (studi pada cafe-cafe di daerah panjang kota bandar lampung) Mutia Irna Jayanthi dan Ikram. Menurut Bonger dalam Mudjijono (2005) prostitusi adalah gejala sosial ketika wanita menyediakan dirinya untuk perbuatan seksual sebagai mata pencahariannya. Commenge dalam Soedjono (1977) prostitusi adalah suatu perbuatan di mana seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki yang datang membayarnya dan wanita tersebut tidak ada mata pencaharian nafkah lain dalam hidupnya kecuali yang diperoleh dengan melakukan hubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang.
Interaksi sosial pekerja seks komersial lokalisasi bandang raya dengan masyarakat kelurahan mugirejo, kota samarinda oleh RusdianaPenelitian ini, menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriftif kualitatif, yaitu penelitian yang meliputi pengumpulan data yang menggambarkan tentang keadaan objek penelitian, yakni interaksi sosial pekerja seks komersial (PSK) lokalisasi Bandang Raya dengan masyarakat Kelurahan Mugirejo, Kota Samarinda.
Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Adapun yang dimaksudkan dengan penelitian yang menghasilkan data deskriptif adalah berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000: 3) Menurut Koentjoroningrat (1986 : 30), bahwa penelitian deskriptif adalah memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.

BAB III          METODE PENELITIAN
Penelitian di Desa Sukodadi selama dua bulan, yaitu pada bulan Pebruari 2013 sampai Maret 2013. Supaya kehadiran peneliti tidak menimbulkan persepsi negatif, maka peneliti memberitahukan identitas atau status peneliti kepada masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk serta menjaga kesopanan dan mematuhi semua aturan, serta menjaga hubungan yang baik kepada semua informan. Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti memperoleh kepercayaan dari informan atau subjek penelitian sehingga dapat memperoleh data yang diperlukan secara utuh dan mendalam.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dan wawancara mendalam dengan informan yang sangat memahami permasalahan yang diteliti. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif (Descriptive Research), yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan data yang diperoleh di lapangan secara terperinci sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. agar penelitian berjalan dengan lancer.
Peneliti mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Jombang, lebih tepatnya pada masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Hal ini dikarenakan Lokalisasi Klubuk masih ada dan berkembang. Sedangkan di tempat lokalisasi lain misalnya di Tunggorono saat ini sudah tidak beroperasi lagi karena lokasinya terlalu dekat dengan kota.
Prosedur yang dipakai dalam pengumpulan data, yaitu: (1) wawancara mendalam, (2) observasi, dan (3) dokumentasi. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur dan bersifat terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah di susun. Peneliti menggunakan kunjungan non formal kerumah-rumah Dalam penelitian ini informan pada awalnya terkesan takut dan merasa curiga namun setelah mereka mengerti maksud dari wawancara ini akhirnya para informan sangat terbuka dalam memberikan informasi. Informan yang telah berhasil diwawancarai antara lain bapak Slamet Mulyono selaku Kepala Desa, bapak Kuspan yaitu pengelola atau penanggung jawab Lokalisasi Klubuk, bapak Suwono yaitu PNS (guru), bapak Sukran yaitu Kepala Dusun Klubuk Timur, bapak Poniman yaitu germo Lokalisasi Klubuk, mbak Ani yaitu PSK yang tidak mau disebutkan nama aslinya, bapak Sarpani, ibu Rukaya, yaitu warga masyarakat Sukodadi. Sedangkan tema wawancara yang ditanyakan kepada informan antara lain mengenai sejarah berdirinya Lokalisasi Klubuk, pola interaksi yang di lakukan PSK kepada warga sekitar lokalisasi dan apa saja dampak yang ditimbulkan dengan keberadaan Lokalisasi Klubuk.
Observasi yang telah dilakukan dalam penelitaian ini antara lain observasi mengenai tempat Lokalisasi Klubuk yang bertujuan untuk mengetahui tempat keberadaan lokalisasi aktifitas di area sekitar lokalisasi lokalisasi (interaksi para PSK dengan warga sekitar lokalisasi). Observasi selanjutnya yaitu kepada salah satu PSK, yang bertujuan untuk mengetahui pola interaksi yang di lakukan untuk menjaga kerukunan dengan warga sekitar Lokalisasi Klubuk . Peneliti juga melakukan observasi terhadap Masyarakat untuk mengetahui dampak sosial yang terjadi dengan keberadaan lokalisasi tersebut.

BAB IV          HASIL  DAN  PEMBAHASAN
A.    Sejarah keberadaan Lokalisasi Klubuk di desa Sukodadi Kabuh Jombang
Pada tahun 1993, di perbatasan Kabupaten Jombang dengan Kabupaten Lamongan terdapat warung-warung persinggahan untuk para pengendara supir truk pengangkut pasir yang singgah untuk makan, dan bersantai untuk minum kopi, es dan jajanan. Warung- warung tersebut persisnya terletak di pinggir jalan raya dan tempatnya di pinggir hutan dan agak jauh dari pemukiman warga, selain menyediakan makana, kopi, es dan jajanan, warung tersebut juga menjajahkan wanita penghibur yaitu tepatnya di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang . Faktor yang menjadikan Desa Sukodadi sebagai tempat pelacuran itu adalah tempatnya yang di daerah pinggiran kota dan merupakan jalur alternatif penghubung antar kota. Awalnya di tempat ini terdapat empat warung saja dan keempat warung itu semua menjual jasa wanita tuna susila, mereka yang bekerja sebagai psk itu tidak lain adalah orang-orang yang dulunya berada dilokalisasi Tunggorono yang mana tempatnya sudah ditutup oleh PEMKOT Jombang karena tempatnya di area perkotan dan mengganggu keberadaan warga sekitarnya.
Seiring berjalannya waktu di warung-warung tersebut semakin banyak di datangi oleh para wanita tuna susila dimana wanita tersebut yang jarang laku di tempat mangkalnya dulu. Dengan samakin banyaknya wanita tuna susila di warung-warung tersebut maka para mucikari meminta izin kepada kepala desa untuk mendirikan rumah di Desa Sukodadi dengan alasan mendirikan rumah untuk tempat tinggal rumah tangga. Desa Sukodadi awalnya mempunyai 5 dusun yaitu Dusun Kuwacang, Kluwe, Klubuk, Bareng, dan Setri. Para germo memilih dusun Klubuk sebagai tempat tinggalnya. Tetapi warga desa Sukodadi menyebut perkampungan para germo itu dengan sebutan Kampung Baru. Dengan berjalannya waktu pemru. Dengan berjalannya waktu peduduk Dusun Kampung Baru itu semakin padat penduduknya. Warga dusun tersebut tidak semua berprofesi sebagai pelacur. Dari 48 KK Dusun Kampung Baru tersebut 10 KK merupakan warga yang tidak berprofesi sebagai pelacur tetapi dimanfaatkan sebagai tempat pertokohan dan tempat tinggal pribadi (keluarga).
Jadi disimpulkan bahwa sejarah Berdirinya lokalisasi Klubuk Lokalisasi sekitar tahun 1993. Awal mula keberadaan Lokalisasi tersebut adalah pindahnya para pelacur atau pekerja seks komersial dari Lokalisasi Nguwok di Lamongan dan Lokalisasi Tunggorono ke warung-warung pingir jalan yang sebelumnya adalah juga tempat pelacuran. Seiring berjalannya waktu dan banyaknya para pelacur yang berpindah dari Lokalisasi Tunggorono dan Lokalisasi Nguwok di warung pinggir jalan tersebut, kemudian mereka berpindah ke Desa Sukodadi. warga masyarakat Dusun Klubuk Desa Sukodadi tidak semua rumah dijadikan tempat pelacuran dan tidak berprofesi sebagai pelacur atau PSK. Hal itu dapat dilihat dari jumlah 38 KK rumah yang dijadikan pelacuran, 10 KK merupakan rumah yang bukan dijadikan pelacuran atau rumah tangga biasa. Sedangkan jumlah pelacur sebanyak 49 orang dari 112 orang yang tercatat sebagai warga masyarakat Desa Sukodadi. Untuk jumlah germo menurut data yang diperoleh sebanyak 5 orang. Keamanan lokalisasi Klubuk, dijaga oleh 5 hansip dan seluruh warga Klubuk, dan apabila terjadi tindak kriminalitas yang dilakukan oleh pendatang, pengunjung dari luar lokalisasi sepenuhnya tanggung jawab dari pihak POLSEK Kabuh. Untuk tata tertib mengenai jam operasi para PSK mengadakan kesepakatan dengan warga sekitar yaitu mulai pukuk 11:00 WIB sampai pukul 00:00 WIB.
Pekerja seks komersial yang bekerja di lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang berbeda dengan pekerja seks yang bermukim di tempat-tempat tertentu seperti lokalisasi. Berkaitan dengan responden dalam penelitian ini kita dapat mewawancara beberapa wanita yang menunjukkan mereka adalah perempuan pekerja seks komersial.
Sebagaimana hasil wawancara dengan PSK sebagai berikut: Samarkan saja namanya Yuni pun menuturkan kisahnya.
"Saya memang alumni pesantren. Keperawanan saya hilang di sini. Saya lari dari rumah masih perawan. Sekarang saya tak punya siapa-siapa. Kedua orangtua saya sudah tak mempedulikan saya," jawab Yuni ketika ditanya alasannya terjun ke dunia prostitusi.
"Itu kenangan bagi saya. Sekarang saya lebih memikirkan nasib saya. Sejak saya memutuskan kerja sebagai PSK saya sudah tak pulang ke rumah," lanjutnya kemudian.
Dia lalu bercerita bahwa dia mengenyam pendidikan sampai tingkat Madrasah Aliyah di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Lumajang. Menurut Yuni, di wisma tempatnya bekerja, banyak PSK lain yang merupakan tamatan SMA dan setingkatnya.
"PSK yang satu wisma dengan saya ada 7 orang. Semuanya lulusan SMA. Bisa kerja di Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang, ada yang karena faktor kebutuhan ekonomi dan ada yang memang karena hamil di luar nikah," katanya.
Selain itu, lanjut Yuni, ada PSK yang pertama kali masuk ke wisma di Klubuk merupakan lulusan SMP. Rekannya itu nekat pergi ke Klubuk setelah diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri.
Dari percakapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Yuni bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial disebabkan karena kebutuhan ekomomi yang dialaminya mupuntemannya kecewa dan putus asah karena di perkosa oleh kakak kandunya. Sehinga tenam Yuni berasa tidak punya pilihan lain lagi karena kesuciannya sudah di ambil oleh kakak kandunya sendiri. Tema Yuni pun merasa kesal dan marah pada keluarganya sehingga Dia pergi dari rumahnya untuk menentukan jalan hidupnya. Yuni dan temannyapun terjun ke Lokalisasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menghilangkan sters yang di alaminya, sehingga lambat laun Yuni dan temannya merasa bahwa hidupnya sudah hancur. Padahal Yuni merupakan anak lulusan pasantren dimana ahklak dan moral sudah di bina di pasantren maupun sudah di didik ajaran agama bahwa membuat hal yang demikian di larang oleh ajaran agama, tetapi mau dikatakan apa kebutuhan dan kegalauan yang menghantui Yuni dan temannya sehinnga keputusan yang diambil adalah Pekerja Seks Komersial.
 
B.     Pola interaksi sosial PSK dengan warga sekitar Lokalisasi Klubuk
Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dapat memberikan pola interaksinya. Pola interkasi sosial merupakan bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu.
Menurut Muhamad (2002: 130) komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melaikan menggunakan bahasa isyarat seperti bahasa tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, exspresi wajah, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya.Komunikasi non verbal terdiri dari:
1.      Ekspresi wajah, wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah meruoakan cerminan emosi orang
2.      Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan menggunakan kontak mata untuk berinteraksi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya.
3.      Sentuhan merupakan bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
4.      Postur tubuh dan gaya berjalan, cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
5.      Sound (suara), rintihan, menarik nafas panjang, dan tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnyasampai desis atau suara dapat diartikan menjadi pesan yang sangat jelas.
6.      Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan. Menggunakan isyarat sebagai total dari komunikasi seperti mengeuk-ngetukan kaki atau menggerakan tangan selama berbicara menjukkan seseorang dalam keadaan stres, bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stres.
Berdasarkan teori di atas ditemukan fakta bahwa pola interaksi sosial antara PSK dengan warga sekitar lokalisasi Klubuk sangat baik. Adanya interaksi sosial yang terjalin diantara PSK dan warga sekitar Lokalisasi Klubuk berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakatnya, karena setiap hari para PSK dan warga sekitar loklaisasi sering bertemu sehingga membentuk perilaku sosial diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi. Seperti yang dikemukakan Soekanto (1986 : 51) bahwa “interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.
Adanya kontak dan komunikasi yang terjalin menjadi faktor penting dalam kehidupan sosial para PSK dan warga sekitar lokalisasi. Kontak sosial yang terjadi diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi umumnya terjadi secara langsung, dimana para PSK dan warga lokalisasi bertatap muka dan dialog secara langsung di kawasan Kubuk. Salah satu faktor agar para PSK diterima dengan biak yaitu dengan cara melihat pola interaksi para PSK dengan warga sekitar lokalisasi. Pola interaksi yang mereka lakukan yaitu dengan cara komunikasi verbal. Jenis komunikasi verbal yang dimaksud yakni komunikasi dengan kata-kata secara langsung. Hal ini dibuktikan oleh adanya interaksi yang terjadi antara PSK dan warga sekitar lokalisasi yaitu saling membaur dengan warga sekitar, membaur dalam artian dimana dan kapanpun jika para PSK bertemu dengan waga sekitar lokalisasi selalu bertegur sapa. Para PSK dan warga sekitar lokalisasi melakukan kontak sosial dengan saling bertegur sapa dan saling membaur. Adanya kontak dan komunikasi diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi menjadi faktor yang menentukan untuk kelangsungan interaksi sosial yang ada pada pada para PSK dan warga sekitar lokalisasi yang terjalin secara rutin karena baik kontak dan komunikasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini seperti dikemukakan oleh Soekanto (1986:54-55), bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak dan komunikasi sosial serta keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan artinya kontak tanpa komunikasi sosial tidak akan berarti apa-apa dan begitu pula sebaliknya. Komunikasi dalam interaksi sosial memiliki arti yang sangat penting karena komunikasi memberikan tafsiran pada prilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap serta perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang yang menjadi lawan komunikasinya ini disebut dengan komunikasi non-verbal. Jenis interaksi non verbal adalah komunikasi yang dilakukan degan tidak menggunakan kata-kata, melaikan menggunakan bahasa isyarat seperti bahasa tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, exspresi wajah, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya.
Terlebih dari itu kehidupan bermasyarakat yang saling gotong-royong dan rasa saling peduli juga tetap terjalin diantara PSK dan warga klubuk, misalnya keikutsertaan para PSK dalam kegiatan warga Dusun Klubuk, jika ada warga yang sedang sibuk mengadakan hajatan tidak menutup kemungkinan para PSK juga ikut membantu dengan senang hati, dan juga apabila ada warga sekitar yang kesusahan (meninggal dunia) para PSK itu menghargainya dengan wujud menghentikan runtinitas yang biasa mereka lakukan seperti karaoke dengan para tamu yang berkunjung ke Lokalisasi Klubuk, menutup wisma untuk sementara sampai kegiatan warga sekitar lokalisasi selesai. Interaksi sosial memiliki dua pola yaitu pola interaksi asosiatif dan disosiatif. Kedua pola interaksi sosial terwujud dalam berbagai aktifitas sosial . untuk pola interaksi asosiatif terbentuk seperti kerjasama, sedangkan pola interaksi diasosiatif terbentuk dalam hal persaingan dan pertikaian, namaun dalam hubungan interaksi sosial PSK dan warga sekitar Lokaliasasi Klubuk pola interaksi disasosiatif tidak terjadi.
Pola interaksi asosiatif disini terjadi dalam bentuk kerjasama dan akomodasi. Kerja sama dalam bidang ekonomi yaitu dalam aktifitas jual beli terlihat pada aktifitas sehari-hari para PSK mendatangi dan saling berinteraksi di warung atau toko milik warga sekitar lokalisasi. Antara PSK dan pedagang sering melakukan kegiatan jual beli barang dikarenakan para PSK membutuhkan pemenuhan kebutuhan akan barang yang disediakan oleh warga sekitar yang berjualan. Kerja sama dalam hal perekonomian sangatlah penting peranannya dalam meingkatkan kesejahteraan hidup manusia. Setiap orang pasti akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika tidak bekerja sama dengan orang lain. Misalnya, PSK membutuhkan bahan makanan sehingga harus berhubungan dengan pedagang tersebut. Begitu juga sebaliknya pedagang tersebut juga membutuhkan uang dari para PSK itu untuk mengembalikan modal yang digunakan para pedagang untuk membeli barang dagangannya.
Kerja sama dalam bidang sosial, kerja sama sosial PSK dengan warga sekitar lokalisasi berhubungan dengan sikap tolong menolong dan saling membantu. Pola interaksi asosiai bentuk akomodasi disini adalah warga pendatang baru yang menghuni Lokalisasi Klubuk itu selalu membaur dengan warga sekitar lainnya.
Berdasar hasil observasi dalam proses penelitian terlihat kebanyakan PSK perempuan seperti perempuan umumnya yang tidak menjadi PSK di luar Gang Sadar Baturaden. Dalam keseharian di waktu pagi hingga siang hari atau ketika mereka tidak bertugas maka mereka tidak berdandan atau menggunakan make up yang tebal, memakai baju yang cukup normal atau tidak menantang/membuka aurat secara berlebihan, mereka hidup santai dalam arti dapat melakukan bercanda/senda gurau, sarapan, saling berbicara diantara mereka, saling membantu, membeli jajan dari pedagang yang memasuki kawasan Gang Sadar bahkan membantu menyuapi makan anak dari induk semangnya.
Agak berbeda ketika memasuki waktu sore hari hingga malam menjelang pagi terlihat  mereka berdandan dengan memakai make up dan parfum yang sengaja ditujukan untuk menarik perhatian pelanggan. Mereka duduk menunggu pelanggan yang akan melihat atau menggunakan jasa mereka di ruang tamu pada deretan kursi yang tersedia. Lokalisasi Klubuk Di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang berlaku aturan bahwa pelanggan dilarang menggunakan jasa PSK di dalam lokalisasi, akan tetapi harus keluar dari lokalisasi dengan menyewa tempat penginapan yang berada di sekitar obyek wisata Baturaden atau ke tempat lain yang disepakati. Karena itu, berdasar keterangan tenaga pengantar peneliti, setiap tamu yang akan menggunakan jasa PSK di Lokasi Wisata Baturaden akan dikenai kewajiban lapor di depan pintu masuk penjagaan lokalisasi ketika akan membooking seorang PSK. Alasan utamanya adalah untuk menjaga keamanan PSK itu sendiri ketika melayani tamu pelanggan dari tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. Dalam wawancara Kamboja menyebutkan tindakan berdandan sebagai sesuatu yang wajar bahkan harus dilakukan mereka seperti disampaikan berikut ini:
“Yang kita tawarkan kan diri kita, lha kalau kita tidak menarik apa ya pelanggan itu mau sama kita. Jadi dandan ya harus Mas. Jujur aja, kalau kayak sekarang ini (tidak dandan, pen) masak ada yang mau sama kita?”
Lebih lanjut ketika ditanyakan apa yang menarik atau dianggap paling menarik dari dirinya, Kamboja menyebutkan:
“Apa ya Mas, Mas lihat sendiri aja deh…kira-kira apa yang menarik dari saya hehehehe…kalau dari laki-laki, saya jujur tertarik sama yang berbulu hehehe….apalagi kalau dadanya berbulu, kesannnya jantan gitu. Tapi kalau dari saya, apa ya?”
Dari penampilan fisik Kamboja ketika tidak berdandan, nampak seorang Kamboja adalah wanita matang dengan tubuh cukup besar (agak gemuk; pen), berkulit agak gelap dengan alis mata dan berbibir yang tebal. Pada saat wawancara, Kamboja adalah seorang wanita yang ramah, supel, terbuka dan murah senyum. Sedikit berbeda dengan Kenanga yang bertubuh agak kurus, cukup tinggi, berambut sepunggung, dengan suara yang agak pelan terkesan seperti perempuan yang pemalu. Kenanga ini baru menjadi penghuni lokalisasi Baturaden selama 6 bulan akan tetapi sudah mendapat perhatian tersendiri di kalangan pelanggan karena frekuensi seringnya dibooking dalam semalam. Mami
Kandang menyimpulkan faktor kebaruan di lokalisasi yang menjadikan faktor paling menarik dari Kenanga. Namun Kenanga dengan percaya diri dan sedikit vulgar menjelaskan bahwa dirinya agak laris dikarenakan:
“Wah saya nggak tahu juga ya Pak, tetapi yang sering mbooking kalau dengan saya paling cuma sebentar sudah keluar…biasanya yang mabok kan suka lama keluarnya, tapi dengan saya paling lama 10 menit sudah keluar. Jadi mungkin mereka penasaran….(tersenyum).”
Bakung menjelaskan dirinya sebagai perempuan yang ‘nerimo’ artinya merasa menjadi PSK sebagai bagian dari jalan hidup yang mesti dilewatinya. Bakung secara fisik dapat digambarkan sekarang ini sebagai seorang perempuan muda, berbadan agak sintal, berkulit sawo matang, sedikit berjerawat yang sering tertutup make up atau bedak terutama ketika menjelang sore, tidak terlalu tinggi tapi juga tidak pendek, berambut hitam pendek. Dalam melakukan pembicaraan terkesan ‘cuek’ dan membutuhkan waktu adaptasi yang cukup lama bagi peneliti sebelum dapat diwawancarai.
Sementara informan Kaktus dapat digambarkan sebagai perempuan muda yang cantik, berkulit putih, rambut sebahu yang terlihat sedikit cat rambut berwarna kuning di bagian belakang, dengan hidung mancung dan berbibir tipis serta beralis tebal. Dengan pembawaan yang sedikit tertutup dan suara yang cukup pelan, peneliti sering meminta bantuan tenaga pengantar untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Aksen sunda masih sering muncul dalam pembicaraan dan untuk menutupi kekikukkan atau kekhawatirannya, Kaktus ini beberapa kali menyalakan dan menghisap rokok.
 
C.    Dampak keberadaan lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kabuh Jombang
Dampak sosial yang ditimbulkan dari keberadaan kompleks lokalisasi Klubuk bagi masyarakat Desa Sukodadi adalah:
a.       Adanya efek buruk terhadap kesehatan warga masyarakat Desa Sukodadi yang sering mengunjungi dan memakai jasa PSK di kompleks Lokalisasi Klubuk yaitu dengan adanya warga Desa Sukodadi yang mempunyai penyakit kelamin “raja singa” dengan gejala yaitu timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa diobati, Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks. Temuan penelitian tersebut sesuai dengan salah satu dengan pendapat Kartini Kartono (1981: 212-213) yang menyatakan bahwa ada beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran atau prostitusi, yaitu antara lain: “menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang banyak terdapat ialah syphilis, raja singa dan gonorrhoe (kencing nanah)”. Berdasarkan temuan penelitian dan pendapat dari Kartini Kartono diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan kompleks lokalisasi Klubuk membawa dampak buruk bagi kesehatan warga Desa Sukodadi yang mengunjungi dan memakai jasa PSK di komplek Lokalisasi Klubuk yaitu dengan terkena gejala penyakit raja singa.
b.      Keberadaan Lokalisasi Klubuk tersebut sedikit banyak meringankan beban perekonomian warga sekitar yang berprofesi sebagai pedagang yang membuka usaha warung dan toko. Bahkan ada warga pemilik toko yang dengan hasil membuka toko dapat menyekolahkan anaknya sampai SMA. Jadi keberadaan Lokalisasi Klubuk tidak hanya membawa dampak negatif, tetapi juga membawa dampak positif yaitu menambahnya pendapatan pedagang di sekitar kompleks lokalisasi.
c.       Keberadaaan kompleks Lokalisasi Klubuk membawa dampak bagi keberlangsungan rumah tangga beberapa warga yang sering mengunjungi kawasan kompleks lokalisasi tersebut. Hal ini selaras dengan pernyataan dari Kartini Kartono (1981: 212-213) bahwa “salah satu akibat dari ditimbulkan oleh pelacuran atau prostitusi adalah merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga dapat menjadi berantakan dan menimbulkan perceraian”. Dengan demikian dampak yang ditimbulkan dari adanya Lokalisasi Klubuk terhadap kehidupan rumah tangga adalah adanya keretakan rumah tangga karena suami tertarik dengan pekerja seks komersial di kompleks lokalisasi Klubuk.
d.      Keberadaan musholah di area Lokalisasi Klubuk ini memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar lokalisasi. Hal ini dibuktikan dengan dimanfaatkannya mushola tersebut untuk menanamkan pendidikan keagamaan kepada anak-anak warga sekitar lokalisasi dan juga dimanfaatkan warga untuk sholat berjamaah. Dengan pendidikan agama secara tidak langsung juga membentuk moralitas yang baik pada diri anak-anak warga lokalisasi dan warga sekitar lokalisasi tersebut.
Dari adanya lokalisasi komplek PSK di sekitar wilayah tempat tinggal membuat sebagian orang merasa sangat di untungkan namun ada juga yang tidak menguntungkan. Menurut sebagai masyarakat dengan adanya komplek PSK akan menguntungkan bagi masyarakat yang berjualan dan membuka toko ataupun warung di dalam komplek hal ini dikarenakan para pedagang mampu melipat gandakan harga dari harga yang biasanya hingga menjadi tiga kali lipat jika diluar komplek harga barang tersebut sebesar Rp.2000 maka pedagang yang berjualan di dalam komplek bisa mematok harga hingga Rp.5000 per barang. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan karena lokalisasi komplek PSK yang berada di km.10 Desa Purwajaya tidak pernah sepi dari pengunjung.
Namun tidak semua warga yang bertempat tinggal di dalam komplek memiliki toko ataupun warung banyak di antra mreka yang berkerja di sebuah perusahaan dan mereka yang berkerja di perusahaan tidak dapat menikmati ataupun merasakan dampak ekonomi terhadap mereka dari adanya komplek PSK tersebut. Hal ini menunjukan bahwa dari adanya lokalisasi komplek PSK dapat menimbulkan dampak dari segi ekonomi namun tidak semua warga merasakan dampak yang positif yang berupa pertumbuhan ekonomi yang baik. Ada juga warga yang marasa diasabiasa saja kehidupan ekonominya dengan adanya komplek PSK.
Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa persona pada pekerja seks komersial wanita dapat dilihat dari tiga hal yaitu identitas diri termasuk penampilan diri, seksualitas, dan cara interaksi. Subyek 1 memiliki perasaan nelangsa dan minder saat menjalani aktivitas pelacuran adalah gambaran sisi individulitasnya yang tidak sepenuhnya menerima dirinya sebagai pekerja seks komersial tetapi ia mampu melakukan peran dengan baik sebagai seorang pekerja seks komersial, kehidupan seksualitas tanpa nafsu saat bersama orang lain dan berbeda saat dengan suaminya, serta penampilan diri yang terkadang cenderung seronok sebagai seorang pekerja seks komersial tetapi di luar sebagai pekerja seks komersial, ia cenderung berpenampilan lebih tertutup.
Sedangkan dalam kehidupan pribadinya, ia berusaha menjadi seseorang yang mampu menjadi seorang istri yang baik salah satunya memberikan pelayanan seksual dalam kondisi apapun serta menjadi ibu atau orang tua dengan cara memberi nafkah walaupun tidak bisa memberikan perhatian secara penuh, merupakan bentuk-bentuk kontradiksi yang ada pada diri subyek 1 dalam upayanya untuk memenuhi tuntutan peran yang diminta oleh lingkungan pelacuran dan luar lingkungan pelacuran. Hal ini membuktikan bahwa persona belum tentu sesuai dengan individualitas seseorang. Jika dilihat dari peran yang dilakukan oleh subyek 1 sebagai seorang istri atau orang tua dan pekerja seks komersial, maka subyek 1 merupakan seseorang yang mampu menggunakan persona secara baik, yang berakibat ia dapat beradaptasi dengan situasi tertentu dan berperilaku sesuai keadaan tersebut atau dengan kata lain HR mampu menyesuaikan diri sesuai keadaan dimana ia berada dimana hal tersebut merupakan bentuk dari persona elastik.
Perasaan sesal dan lelah subyek 2 saat menjalani kehidupan pelacuran tak ia perdulikan demi mengejar pundi-pundi materi yang menurutnya gampang didapat ketika berada di dunia pelacuran sebagai upayanya menyelenggarkan kehidupan sebagai individu. Ditengah ketidak pastian jaminan dapat menyelenggarakan kehidupan jika keluar dari dunia pelacuran, ia bersikap professional menjadi seorang pekerja seks komersial dengan selalu memainkan peran secara maksimal sebagai pekerja seks komersial yang terlihat dari perilakunya secara verbal dan non-verbal selama menjalani aktivitas pelacuran, dilain sisi ia juga memiliki kehidupan pribadi dengan segala peran yang ada di dalamnya.
Dalam dunia pelacuran, nama samaran seperti ciri pokok yang disematkan pada pekerja seks komersial. Subyek 2 mengganti nama aslinya dengan nama samaran sejak pertama menjalani kehidupan pelacuran. Secara fisik, subyek 2 terlihat dapat menyesuaikan diri dengan baik dari sisi penampilan. Pakaian yang cenderung seronok, memakai bedak dan gincu yang membuat perbedaan mencolok dengan penampilannya ketika tidak berperan sebagai pekerja seks komersial secara konsisten ia lakukan dan kenakan tetapi akan berbanding terbalik saat subyek tidak melakoni peran sebagai pekerja seks komersial dimana subyek 2 cenderung memakai pakaian tertutup.
Saat berhubungan seks dengan tamu, subyek 2 tidak pernah meraskaan kepuasan secara seksual, berpura-pura merasakan kepuasan secara seksual adalah cara subyek 2 untuk memuaskan ketika berhubungan seksual dengan tamunya dan di luar itu, subyek dapat benar-benar merasakan kepuasan seksual saat berhubungan seksual dengan seorang yang dicintainya. Cara interaksi subyek 2 dalam dunia pelacuran yang menampilkan individu yang aktif secara verbal merayu tamu yang lewat dengan disertai bahasa tubuh yang cenderung atraktif adalah cara lain untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pelacuran.
Melihat dari perilaku subyek 2 saat menjalani aktivitas pelacuran, bahwa subyek 2 mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan pelacuran baik secara fisik dan kognitif. Terkait dengan pendekatan persona, individu dapat dikatakan menggunakan persona secara elastik apabila individu tersebut dapat dengan baik menyesuaikan diri dengan dengan memainkan peran yang diharapkan lingkungan tersebut. Subyek 2 dapat dikatakan menggunakan persona yang elastik karena dapat memerankan diri sebagai seorang pekerja seks komersial sesuai apa yang diharapkan di lingkungan pelacuran dan juga dapat memenuhi tuntutan peran diluar kehidupan pelacuran. Bahwa pakaian seronok, gincu yang merona, berpura-pura merasakan kepuasan secara seksual, dan sikap atraktif merayu tamu tidak menggambarkan apa yang ada dalam diri subyek 2 dimana terdapat perasaan sesal dan lelah, hanyalah sebagai upaya untuk dapat diterima sebagai individu dalam komunitas pelacuran ia melakukan apa yang harus dilakukan sebagai seorang pekerja seks komersial dan hal-hal tersebut cenderung tidak dilakukan oleh subyek 2 ketika ia melakoni peran di luar kehidupan pelacuran.
Perasaan menyesal yang dirasakan oleh subyek 3 saat menjalani kehidupan pelacuran terkadang muncul dan menjadikan pertanyaan bagi dirinya sendiri kenapa ia sampai berada di dunia pelacuran. Dalam kehidupan sosial, tuntutan peran pekerja seks komersial diantaranya dari sisi identitas diri termasuk harus berpenampilan menarik saat menjajakan diri, bahasa tubuh yang mencuri perhatian tamu, memberikan pelayanan seksual dengan baik. Subyek 3 menjalankan tuntutan perannya sebagai pekerja seks komersial dengan ciri khasnya sendiri.
Terlihat dari identitas dirinya, seksualitas dalam pelacuran, serta cara interaksinya yang ia gunakan saat menjalani praktik pelacuran. Subyek 3 tidak memakai nama samaran karena ia beralasan namanya cukup bagus untuk ia gunakan melakoni peran sebagai pekerja seks komersial. Subyek 3 cenderung memakai pakaian terbuka (memperlihatkan lekuk tubuhnya) serta mengenakan bedak dan gincu yang tidak terlalu mencolok warnanya tetapi dua hal tersebut cukup memberikan perbedaan tampilan dengan ketika ia tidak menjalani aktivitas pelacuran. Tidak pernah merasakan kepuasan secara seksual saat berhubungan seks dengan tamu dan berpura-pura  merasakan kepuasan secara seksual dengan tamunya, berbanding terbalik ketika subyek 3 melakukan hubungan seks dengan orang yang dicintainya, ia dapat merasakan kepuasaan secara seksual dengan sungguh-sungguh.
Ketakutan akan status pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial diketahui orang lain tersebut berdampak pada cara interaksi subyek 3 dalam menjalani aktivitas pelacuran yang cenderung pasif dalam mencuri perhatian tamu, dibanding dengan rekan kerja lainnya yang secra verbal lebih aktif memanggil merayu dan menggunakan bahasa tubuh yang mencuri perhatian setiap tamu yang lewat. Subyek 3 lebih banyak duduk di dalam wisma tempat ia bekerja, tetapi terkadang berada di depan wisma untuk menjajakan dirinya kepada tamu dengan hanya menggunakan sorotan mata yang seolah sedang menantikan kedatangan seseorang dan saat ia melakoni peran sebagai individu di luar dunia pelacuran, subyek 3 jarang berinteraksi dengan warga disekitarnya dan juga memiliki peran sebagai ibu dimana ia seringkali mengunjungi anaknya yang ia titipkan ke pengasuh anak saat ia tidka melakoni aktivitas pelacuran.
Seseorang dapat dikatakan memiliki persona yang elastik apabila mampu menyesuaikan diri dengan baik sehingga dapat memenuhi tuntutan sosial lingkungan sekitarnya, bahwa subyek 3 mampu dengan baik menyesuaikan diri yang berarti subyek 3 memiliki persona yang elastik dimana ia dapat memerankan tuntutan perannya sebagai pekerja seks komersial terlihat dari perilakunya yang ditandai dengan intensitas subyek 3 melayani tamu yaitu sebanyak 2 sampai 3 orang semalam, hal tersebut membuktikan subyek 3 dapat diterima di lingkungan pelacuran. Serta dalam kehidupan pribadinya, dimana perannya sebagai ibu ia lakukan dengan berusaha memberikan perhatian pada anaknya denga mengunjungi setiap minggu kendati pekerjaan sebagai pekerja skes komersial sangat menyita waktunya menjadi bukti subyek 3 berusaha memenuhi tuntutan perannya sebagai ibu.
Perasaan nelangsa dari dalam diri subyek 4 diawal ia menekuni dunia pelacuran. Untuk menyelenggarakan kehidupan bagi dirinya sendiri serta tanggung jawabnya sebagai ibu yang harus menghidupi anaknya, sehingga ia menerima status perannya sebagai pekerja seks komersial tanpa memperdulikan penilaian terhadap aktivitas pelacuran yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Tuntutan peran seorang pekerja seks komersial yang utama adalah mampu berpenampilan menarik dan cenderung mencolok, menggunakan bahasa tubuh yang atraktif untuk mencuri perhatian, memberikan pelayanan seksual yang baik kepada tamu.
Perilaku-perilaku tersebut dapat terlihat pada diri subyek 4 ketika menjalani akivitas pelacuran. Sebagai bentuk identitas dirinya, subyek 4 tidak menggunakan nama samaran dalam melakoni dunia pelacuran kendati orang tua dan anaknya tinggal tidak jauh dari lokasi pelacuran. Penampilan secara fisik, subyek 4 menggunakan pakaian yang biasa dan tidak terbuka (memperlihatkan lekuk tubuhnya) mengingat ia menyadari kelemahan yang ada pada dirinya yaitu bentuk fisiknya yang besar disbanding dengan rekan kerjanya yang lain. Untuk menutupi hal tersebut, subyek 4 berusaha tampil semenarik mungkin dengan merias wajahnya dengan bedak dan gincu yang sangat memberi perbedaan jika dibandingkan sewaktu ia tidak melakoni peran sebagai pekerja seks komersial.
Usaha lain yang dilakukankannya untuk menutupi kekurangan tersebut ialah dengan pergi ke orang pintar dan meminta untuk menjadikannya memiliki daya pikat yang lebih. Selain itu, cara interaksi yang cenderung aktif dengan memanggil merayu tamu yang lewat merupakan caranya untuk menutupi kelemahan yaitu dari segi bentuk fisiknya, sedangkan aktivitas di luar dunia pelacuran, lebih sering ia habiskan dengan mengasuh anaknya dan jarang berint eraksi dengan wargadi sekitar tempat tinggalnya. Kehidupan seksualitas subyek 4 dalam dunia pelacuran dipenuhi dengan kepura-puraan tanpa perasaan dan emosi. Subyek 4 berpura-pura merasakan kepuasan ketika beradu badan dengan tamunya, hal tersebut ia lakukan untuk.

D.    Persepsi masyarakat terhadap pola interaksi para PSK di lokalisasi Klubuk
Prostitusi merupakan masalah sosial sebab keberadaannya di tengah-tengah masyarakat sering membuat keresahan dan menggangu ketentraman kehidupan sosial masyarakat. Selain dituding sebagai penyebab degradasi moral masyarakat, prostitusi juga menjadi penyebab utama penyebaran penyakit kelamin. Prostitusi tidak bisa dipandang sebagai masalah moral cultural belaka, sebab bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial maupun kondisi ekonomi yang melatarbelakanginya.
Keberadaan Lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang sejak tahun 1993 sampai sekarang. Persepsi warga mengenai pola interaksi yang dilakukan para PSK tehadap warga sekitar mendapatkan respon positif karena kebanyakan masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk merasa tidak terganggu akan kehadiran para PSK, masyarakat sekitarpun menyadari kalau mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dikarenakan sebagian besar memiliki latar belakang yang sama. Disamping itu mereka juga sangat mentaati peraturan yang berlaku di masyarakat sekitar.
Pola interaksi yang terjadi antara para PSK dan warga sekitar lokalisasi Klubuk disadari oleh warga sekitar Lokalisasi Klubuk sebagai bentuk interaksi yang bersifat positif, seperti halnya yang dikemukakan oleh Soekamto (1984: 45), “Kontak sosial dapat bersifat positif , Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama”. Jika pada kenyatanaya pola interaksi yang terjalin di antara para PSK dan warga sekitar Lokalisasi Klubuk sangat baik dan bernilai kerjasama, maka tidak ada alasan bagi warga sekitar Lokalisasi Klubuk untuk tidak ingin hidup bermasyarakat, berdampingan dengan para PSK.
Bagi warga sekitar Lokalisasi Klubuk yang terpenting adalah ketentraman dan kerukunan, selama para PSK tetap menjaga aturan-aturan yang telah disepakati bersama dan sosialisasi antar warga berjalan dengan baik maka masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk juga akan bersikap baik tanpa mengusik ketentraman para PSK. Untuk masalah pekerjaan, warga sekitar Lokalisasi Klubuk tidak mempermasalahkanya, mereka menganggap semua manusia berhak melakukan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Masalah pekerjaan bagi masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk adalah urusan masing-masing dan tidak ingin ikut campur untuk masalah pekerjaan para PSK.
Hasil penelitian peneliti yaitu lokalisasi komplek PSK telah menimbulkan beberapa dampak bagi masyarakat sekitar, tidak semua dampak yang timbul bersifat positif ada juga yang bersifat negatif. Hal ini lah yang memicu reaksi masyarakat terhadap lokalisasi komplek PSK. Dengan adanya lokalisasi komplek PSK di sekitar tempat tinggal warga akan menimbulkan pro dan kontra namun warga yang bertempat tinggal di dalam komplek PSK tidak terlalu menganggapi hal tersebut. Masarakat pada umumnya hanya memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun apabila mereka tidak menyukai tempat praktek prostitusi tersebut. Hal ini terbukti dengan tidak adanya laporan dari masyarakat yang melapor kepada Dinas Pemerintah Desa perihal ketidaksukaan ataupun ketidaknyamanan yang mereka rasakan.
Banyak dari ibu-ibu lebih memilih menggunjing ataupun menghina tindakan prostitusi tersebut dengan batasan pembicaraan yang hanya menjadi konsumsi pribadi dan pembicaraan bersama teman dan kerabat. Tidak banyak yang mereka lakukan, hal ini di karenakan masyarakat masyarakat belum merasa terganggau dan terancam benar akan adanya tempat praktek prostitusi tersebut. Hasil dari penelitian yang peneliti lakukan adalah lokalisasi komplek PSK memiliki dampak yang cukup signifikan, walaupun pemerintah melakukan alternatif dari setiap masalah namun hal itu tidak akan dapat membasmi dan menghilangkan dampak yang sudah terjadi di dalam komplek PSK ataupun pada masyarakat umum. Alternatif yang di jalankan hanya berfungsi sebagai penghambat dari semua dampak dari adanya komplek PSK. Menekan angka dari penyebaran, penderita penyakit dan tindak kriminalitas.

E.      Prospektif kebradaan lokalisasi Klubuk di Desa Sukodadi Kabbuh Jombang
Pandangan bahwa prostitusi merupakan perilaku kotor dan tidak bermoral serta salah satu penyakit sosial adalah fakta yang tidak dapat terbantahkan lagi. Tapi tidak mungkin pula untuk menghapuskan prostitusi adalah juga fakta tidak terbantahkan. Karena itu, penanganan prostitusi tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan tidak hanya melihat berdasarkan aspek moral semata. Prostitusi adalah persoalan yang rumit dan terkait aspek sosial, budaya, ekonomi, politik serta moral dan agama. Prostitusi merupakan satu sisi perilaku manusia yang menurut mayoritas warga Dusun Klubuk Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang sebagai tindakan amoral. Akan tetapi, kaidah-kaidah moralitas yang harusnya dijunjung tinggi, bagi sebagian besar orang terutama oleh PSK perbuatan amoral ini dijadikan salah satu alternatif kehidupan dengan motivasi yang berbeda-beda, karena faktor ekonomi, sosial dan sebagainya.
Dari hasil wawancara peneliti kepada masyarakan banyak dari masyarakat yang merasa bahwa dampak sosial yang mereka rasakan dari adanya lokalisasi komplek PSK tidak terlalu signifikan, mereka tidak memikirkan hinaan ataupun pandangan masyarakat lain dalam memandang mereka yang bertempat tinggal dalam lingkungan komplek PSK, sejauh ini mereka juga tidak mendapati adanya seseorang yang secara langsung menunjukan ketidak sukaannya terhadap komplek PSK ataupun maasyarakat yang tinggal di dalam komplek PSK. Walaupun banyak juga yang ingin menghina ataupun mengkritik namun sebagian masyarakat itu hanya mengkritik dan menghina dari perkataan yang tidak langsung hannya dijadikan komsumsi pembicaraan antar teman dan kerabat saja tidak ada yang menghina secara terang-terangan.
Tindak kriminalitas sering terjadi di dalam komplek PSK terutama perkelahian antar pengunjung di waktu banyaknya pengunjung. Hal ini disebabkan karena para pengunjung sedang dalam keadaan mabuk dan dalam pengaruh minuman beralkohol. Jika perkelahian ini terjadi maka aparat melakukan tindak peleraian dan bahkan terkatang menempuh jalur hukum. Hal pertama yang dilakukan adalah satpam melaporkan tindak kriminal yang terjadi di dalam komplek PSK kepada Polsek Loa Janan atau Babinkantipnas lalu kelolisian setempat mendatangi tempat kejadian perkara jika terbukti ada tindak penganiayaan maka polisi mambawa korban dan tersangka ke Polsek Loa Janan untuk di visum dan mengintrogasi tersangka, jika terbukti adanya tindak kekerasan dari hasil visum tersebut maka tersangka di kenakan pasal 351 KUHP yang berbunyi (1) penganiyayaan di hukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500 (2) jika perbuatan itu menjadikan luka berat, pelaku di hukum penjara selama-lamanya lima tahun (3) jika perbuatan itu menjadikan korban meninggal dunia maka mendapat hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun (4) penganiyayaan merusak kesehatan orang lain hukuman di samakan (5) percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat di hukum, namun tak banyak juga para tersangka dan korban menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargan sehingga masalah tersebut tidak berlanjut ke jalur hukum.
Harapan sebagian masyarakat kepada PemKab agar segera menutup lokalisasi kemungkinan belum bisa terealisasi. Sebab penutupan dalam waktu dekat, belum akan dilakukan Pemkab, namun usaha untuk mengurangi jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) akan tetap dilakukan. Agar Lokalisasi Klubuk tidak berkembang, maka salah satu cara yang dilakukan oleh PemKab adalah dengan menekan jumlah PSK agar tidak bertambah. Langkah lain yang ditempuh oleh PemKab adalah dengan memberikan modal usaha bagi PSK dan germo di Lokalisasi Klubuk agar dapat mencari altrnatif pekerjaan lain. Jika cara ini berhasil, dalam waktu kedepan jumlah PSK akan semakin menurun dan lokalisasi pasti akan tutup dengan sendirinya. Namun tanggapan dari sebagian masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan lokalisasi itu merasa dirugikan apabila lokalisasi itu ditutup.

BAB       V      PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan mengenai pola interaksi sosial PSK dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya di lokalisasi klubuk di desa sukodadi kecamatan kabuh kabupaten jombang dapat disimpulkan bahwa:
1.      Lokalisasi Klubuk berdiri sekitar tahun 1993. Para pelacur atau pekerja seks komersial di lokalisasi tersebut adalah pindahan dari lokalisasi Nguwok di Lamongan dan lokalisasi Tunggorono. Tidak semua rumah di Dusun Klubuk di jadikan sebagai tempat pelacuran. Jumlah pelacur sebanyak 49 orang dari 86 orang yang tercatat sebagai warga masyarakat Desa Sukodadi. Jumlah germo di lokalisasi Klubuk sebanyak 5 orang. Masuk-keluarnya PSK sebagai pelacur dilokalisasi tersebut sebagian besar PSK mengajak temannya untuk ikut bekerja sebagai pelacur, dan para mucikari atau germo tidak pernah merekrut para PSK untuk di jadikan pelacur. Keamanan di lokalisasi Klubuk dilakukan oleh Hansip yang merupakan warga sekitar kompleks lokalisasi yang berjumlah 5 orang. Tata tertib mengenai jam operasi, para PSK mengadakan kesepakatan dengan warga sekitar yaitu mulai pukul 11:00 WIB sampai pukul 00:00 WIB.
2.      Pola interaksi sosial antara PSK dengan warga sekitar lokalisasi Klubuk sangat baik, keberadaan lokalisasi klubuk berpengaruh pada prilaku sosial masyarakat lokalisasi dengan warga sekitar lokalisasi Klubuk. Adanya interaksi sosial yang terjalin diantara PSK dan warga sekitar lokalisasi Klubuk berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakatnya, karena setiap hari para PSK dan warga sekitar lokalisasi sering bertemu shingga membentuk perilaku sosial diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi. Adanya kontak dan komunikasi yang terjalin menjadi faktor penting dalam kehidupan sosial para PSK dan warga sekitar lokalisasi. Kontak sosial yang terjadi diantara para PSK dan warga sekitar lokalisasi umumnya terjadi secara langsung, dimana para PSK dan warga lokalisasi bertatap muka dan dialog secara langsung di kawasan Kubuk. Salah satu faktor agar para PSK diterima dengan biak yaitu dengan cara melihat pola interaksi para PSK dengan warga sekitar lokalisasi. Aktifitas sehari-hari para PSK mendatangi dan saling berinteraksi di warung atau toko milik warga sekitar lokalisasi. Antara PSK dan pedagang sering melakukan kegiatan jual beli barang dikarenakan para PSK membutuhkan pemenuhan kebutuhan akan barang yang disediakan oleh warga sekitar yang berjualan.
3.      Dampak sosial keberadaan lokalisasi klubuk bagi masyarakat Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang adalah: adanya efek buruk terhadap kesehatan warga masyarakat Desa Sukodadi sering mengunjungi dan memakai jasa PSK di kompleks lokalisasi Klubuk yaitu dengan adanya warga Desa sukodadi yang mempunyai penyakit kelamin “raja singa” dengan gejala yaitu timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa diobati, Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks; keberadaan lokalisasi Klubuk tersebut sedikit banyak meringankan beban perekonomian warga sekitar yang berprofesi sebagai pedagang maupun yang membuka usaha warung dan toko, bahkan ada warga pemilik toko yang dengan hasil membuka toko dapat menyekolahkan anaknya sampai SMA; keberadaan lokalisasi Klubuk membawa dampak buruk yaitu perceraian bagi keberlangsungan rumah tangga beberapa warga yang sering mengunjungi kawasan kompleks lokalisasi tersebut; Keberadaan musholah yang di bangun dengan uang swadaya masyarakat lokalisasi yang tempatnya di area lokalisasi Klubuk ini memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar lokalisasi.
4.      Persepsi masyarakat dengan pola interaksi yang di lakukan PSk terhadap warga sekitar lokalisasi Kluubuk mendapatkan respon positif karena kebanyakan masyarakat sekitar Lokalisasi Klubuk merasa tidak terganggu akan kehadiran para PSK, masyarakat sekitarpun menyadari kalau mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dikarenakan sebagian besar memiliki latar belakang yang sama. Disamping itu mereka juga sangat mentaati peraturan yang berlaku di masyarakat sekitar. Bagi warga sekitar lokalisasi Klubuk yang terpenting adalah ketentraman dan kerukunan, selama para PSK tetap menjaga aturan-aturan yang telah disepakati bersama dan sosialisasi antar warga berjalan dengan baik maka masyarakat sekitar lokalisasi Klubuk juga akan bersikap baik tanpa mengusik ketentraman para PSK. Untuk masalah pekerjaan, warga sekitar lokalisasi Klubuk tidak mempermasalahkanya, mereka menganggap semua manusia berhak melakukan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Masalah pekerjaan bagi masyarakat sekitar lokalisasi Klubuk adalah urusan masing-masing, warga sekitar lokalisasi Klubuk tidak ingin ikut campur untuk masalah pekerjaan para PSK.
5.      Harapan sebagian masyarakat kepada PemKab agar segera menutup lokalisasi kemungkinan belum bisa terealisasi. namun usaha untuk mengurangi jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) akan tetap dilakukan. Agar lokalisasi Klubuk tidak berkembang, maka salah satu cara yang dilakukan oleh Pemkab adalah dengan menekan jumlah PSK agar tidak bertambah. Langkah lain yang ditempuh oleh Pemkab adalah dengan memberikan modal usaha bagi PSK dan germo di lokalisasi Klubuk agar dapat mencari altrnatif pekerjaan lain. Jika cara ini berhasil, dalam waktu lima tahun jumlah PSK akan semakin menurun dan lokalisasi pasti akan tutup dengan sendirinya. Namun tanggapan dari sebagian masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan lokalisasi itu merasa dirugikan apabila lokalisasi itu ditutup.
B.     Saran
Dari hasil penelitian terhadap pola interaksi sosial PSK dengan masyarakat sekitar lokalisasi dan dampak yang ditimbulkannya di lokalisasi klubuk di desa sukodadi kecamatan kabuh kabupaten jombang, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Kepada warga lokalisasi Klubuk agar tetap menjaga kerukunan terhadap warga sekitar lokalisasi untuk menjalin tali silahturahmi yang lebih baik dan kususnya kepada yang berpropesi sebagai germo dan PSK agar menerima dana sosial yang diberikan Pemerintah Kabupaten Jombang untuk alih profesi yang lebih baik. Agar masyarakat sekitar tidak memandang sebelah mata karena satatus pekerjaan yang dianggap bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.      Warga masyarakat Desa Sukodadi sebaiknya senantiasa menjaga keharmonisan rumah tangga khususnya sang suami agar tidak terpengaruh dengan keberadaan lokalisasi.
3.      Pemerintah Kabupaten Jombang sebaiknya lebih tegas dalam menangani keberadaan lokalisasi Klubuk dan memberikan pembinaan terhadap para PSK agar memiliki keterampilan lain yang lebih baik.
4.      Warga masyarakat Desa Sukodadi agar lebih meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Tuhan YME agar tidak terpengaruh oleh keberadaan lokalisasi Klubuk.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Astry Sandra Amalia  Dampak Lokalisasi Pekerja Seks Komersial (Psk) Terhadap Masyarakat Sekitar. Kalimantan. Journal Volume I No 3.
Kartinah, Dwi. 2009. Permasalahan Sosial Di Sekitar Kita. (Online),( http://kupu- kupu-anime.blogspot.com/) diakses 10 januari 2013..
Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial Jilid I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Koentjoro. 2004. On The Spot: Tutur dari Seorang Pelacur. Yogyakarta: CV Qalams.
Liliweri, Alo. 1991. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Bandung: PT CitraAditya Bakti.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang.
Moleong, Lexy.2007.Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Muhammad, Arni. 2001. Komunikasi Organsasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mariyadi, 2013. Persepsi Masyarakat Tentang Prostitusi Liar Di Kelurahan Sempaja Utara Samarinda.  Journal Volume II No. 4.
Rusdiana, 2014. Interaksi Sosial Pekerja Seks Komersial Lokalisasi Bandang Raya Dengan Masyarakat Kelurahan Mugirejo, Kota Samarinda. eJurnal Ilmu Sosial.
Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:CV. Rajawali.
Suranto, 2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Alfabeta
S. Bekti Istiyanto, 2013. Menguak Konsep Diri Perempuan Pelacur Di Lokasi Pariwisata Baturaden Kabupaten Banyumas. eJuenal Sosial.
Yulita Amaliyasari. Nunik Puspitasari, 2013. Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja Di Sekitar Lokalisasi Dan Faktor Yang Mempengaruhi Surabaya. Journal Volume I No 2.

















 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar